“Berbanggalah
menjadi Perempuan”
Oleh: Azizah al-Karimah
(Aprialisa)
Perempuan dipandang hebat saat ia berhasil dalam
pekerjaan pada lingkup publik, tetap berkomitmen pada keluarganya dan mereka
sukses. Sehingga, saat perempuan memilih untuk tetap fokus pada perannya di
lingkup domestik, merekapun dipandang sebelah mata. Bahkan, dunia masih
menyangsikan atas keberadaan perempuan dengan peran domestik mereka sebagai ibu
dan pengatur rumah tangga. Keberadaan perempuan sebagai ibu rumah tangga
dinilai akan berdampak pada meningkatnya beban kemiskinan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Direktur Program The Asia Foundation Hana A Satryo dalam
sosialisasi program tata kelola anggaran yang berpihak pada perempuan dan
masyarakat miskin, di rumah jabatan Bupati Maros, Sulawesi Selatan Selasa (14
Juni 2011) mengungkapkan bahwa 60% penduduk miskin di Indonesia didominasi
perempuan, dominasi kemiskinan ini disebabkan karena mayoritas perempuan tidak
memiliki pekerjaan formal, tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi
sehingga perempuan identik dengan kemiskinan, juga karena pemikiran tradisional
masyarakat yang menganggap perempuan cukup mengurus rumah tangga dan tinggal di
rumah. (Tribunnews.com, 14 Juni 2011). Sehingga, untuk mengatasi beban
kemiskinan yang identik dengan perempuan, salah satu cara yang harus dilakukan
adalah dengan memberikan perempuan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengakses kesempatan ekonomi, karena peran perempuan berkontribusi besar dalam
membangun pilar ekonomi Negara.
Namun,tidak dapat dipungkiri krisis yang melanda
Indonesia pada pertengahan tahun 1997, membuat kondisi Indonesia mengalami turbulensi, baik pada skala makro maupun
mikro. Mengakibatkan jumlah penduduk miskin kian meningkat yang dapat
ditunjukkan dengan semakin melambungnya harga-harga kebutuhan pokok dan peningkatan
jumlah pengangguran. Hingga hal ini berpengaruh sangat besar pada kestabilan
ekonomi dan politik Negara. Tidak dapat dipungkiri pula, imbas dari krisis
ekonomi tersebut masih dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat
khususnya masyarakat kelas bawah dan miskin. Bahkan upaya yang ditempuh untuk
mengembalikan kondisi perekonomian Negara salah satunya adalah melalui bantuan
lembaga Bank Dunia dan IMF, hingga kebijakan-kebijakan yang diambilpun berpihak
pada pemilik modal terbesar. Salah satunya adalah dengan diberlakukannya Undang-undang
(UU) Migas No. 22 tahun 2001.
Akan dinaikkannya harga bahan bakar minyak (BBM)
merupakan salah satu dari dampak pemberlakuan UU Migas No. 22 tahun 2001
tersebut. Ditengah kondisi masyarakat yang masih serba sulit, kini masyarakat
harus dihadapkan pada kenaikan harga BBM yang justru sangat merugikan
masyarakat kelas bawah dan miskin. Hal ini dikemukakan berdasarkan hasil survey
ekonomi nasional (SUSENAS) 2010 yang menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah
rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2%
orang kaya. Hingga, pengaruh kenaikan harga BBM ini akan sangat dirasakan oleh
rakyat kelas bawah dan miskin seperti
para buruh, pekerja dan masyarakat miskin lainnya. Ditengah kondisi
ketidakpastian akibat penundaan kenaikan harga BBM yang direncanakan awal April
lalu, kini kondisi pasar mengalami kepanikan, hingga jelang kenaikanpun harga-harga
kebutuhan pokok tidak dapat dibendung lagi.
Dampak yang dapat dirasakan salah satunya adalah
kenaikan harga BBM akan berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi, sehingga
hal ini akan berisiko pada penurunan biaya gaji karyawan sektor produksi atau
penundaan ataupun justru pengurangan jumlah pekerja sektor produksi, dan dapat
disimpulkan pihak yang paling merasakan dampak kenaikan harga BBM ini adalah
para buruh (rakyat kelas bawah dan miskin). Perempuanpun merupakan pihak yang
paling terkena dampak kenaikan harga BBM, karena perempuan merupakan pihak yang
langsung terlibat dalam mengatur kebutuhan rumah tangga di tengah harga yang
meningkat sementara daya beli menurun. Di tengah himpitan ekonomi inilah para
perempuan khususnya ibu rumah tangga harus memutar otak mereka untuk menemukan
cara yang tepat dalam mengelola keuangan rumah tangga, karena melonjaknya
harga-harga kebutuhan pokok tidak bergerak searah dengan pendapatan (kondisi
keuangan) masyarakat. Hingga dapat dipastikan orientasi pun akan terfokus pada profit oriented, dalam arti bagaimana
caranya agar kondisi keuangan rumah tangga tidak mengalami defisit, dan salah
satu solusinya adalah dengan turut andilnya perempuan dalam mencari nafkah guna
mencukupi kebutuhan hidup mereka, termasuk kebutuhan pokok berupa makanan,
pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan.
Hingga
pergeseran peranpun tidak dapat terelakkan lagi, yang pada awalnya bekerja bagi
perempuan sebagai sarana untuk eksistensi dirinya, kini bekerja sudah menjadi
sebuah kebutuhan (needs) bagi
mereka. Sehingga peran domestik sebagai
ibu dan pengatur rumah tangga cenderung terabaikan, dengan menyerahkan pendidikan
dan pengurusan anak-anak kepada jasa pengasuh anak, asisten rumah tangga
ataupun menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada lembaga pendidikan. Salah satu yang menjadi pilihan perempuan bekerja adalah
dengan mencari kerja di negeri orang sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Menjadi
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu
cara untuk mempertahankan hidup, dengan pendidikan dan keterampilan yang
terbatas mereka dapat memperoleh penghasilan jauh lebih besar dibanding bekerja
di Negara sendiri.
Namun,
dalam banyak kasus TKI, para pahlawan devisa ini dalam kehidupan mereka sangat
rawan dengan eksploitasi. Sebagaimana yang dialami oleh Juniati binti Sayidun
TKW asal Indramayu yang menjadi korban TKW illegal korban sindikat
penyelundupan manusia (human trafficking)
yang didatangkan ke Mesir secara illegal. Hal ini tidak hanya dialami oleh
Juniati tetapi menurut Staf Protokol dan Konsuler, Ali Andika Wardana, TKW
informal yang tercatat di KBRI Kairo pada Februari 2012 sebanyak 1.162 orang,
namun diperkirakan jumlah yang terdaftar jauh lebih banyak dari data tersebut.
Begitupun menurut Muhammad Haras Baco, warga Negara Indonesia yang telah
belasan tahun bermukim di Mesir memperkiraka TKW yang tidak terdaftar di KBRI
itu lebih 4.000 orang. Permasalahan yang dialami oleh TKW illegal di Mesir
adalah gaji yang tidak dibayar, bekerja tanpa kontrak dan dokumen pendukung
seperti VISA kerja, jaminan keamanan disamping mengalami penyiksaan, pelecehan
fisik dan verbal, serta bekerja tidak mengenal waktu. (Kompas.Com, 29 Maret
2012)
Bukan
hanya permasalahan di atas yang harus dialami oleh TKI. Menurut laporan yang
diterbitkan dalam The Presidential Post,
telah ada sebanyak 167 warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati, 11
orang diantaranya telah dijatuhi hukuman mati diberbagai Negara termasuk Arab
Saudi. Bahkan menurut Juru Bicara satuan tugas penanganan TKI atau warga Negara
Indonesia terancam hukuman mati di luar negeri, Humprey R Djemat menyatakan saat
ini terdapat 203 warga Negara Indonesia atau TKI yang menghadapi ancaman pidana
berat dan hukuman mati di 6 negara, 37 orang di Arab Saudi, 149 orang di
Malaysia, 14 orang di Cina, serta Iran, Singapura, dan Brunei Darussalam
masing-masing satu orang. (Liputan6.Com, 6 April 2012)
Bekerja
di luar rumah meski sebagai sarana perempuan untuk mencukupi kebutuhan hidup
mereka seringkali menimbulkan masalah yang tidak dapat diselesaikan. Kesibukan
perempuan di luar rumahnya cenderung membuat mereka harus mengorbankan
keluarga, sementara di tengah arus bebas saat ini generasi muda sangat
membutuhkan perhatian dan pengayoman dari orang tua mereka terutama dari sosok
seorang ibu karena berdasarkan data dari Kepala Dinas Kesehatan Kota
Banjarmasin, Hj. Dias R Praswati menunjukkan bahwa frekuensi angka perbuatan
seks bebas para remaja kian meningkat jumlahnya, hal itu ditandai semakin
banyak persalinan remaja putrid di berbagai klinik dan rumah sakit bersalin.
“Dari sebanyak 50 orang pada tahun 2010, melonjak menjadi 235 orang pada 2011,
tak tertutup kemungkinan terus meningkat jumlahnya pada 2012.” Pada kehamilan
yang tidak diinginkan (KTD), yakni dari 35 kejadian sepanjang 2010, melonjak
menjadi 220 kasus pada 2011. Data teersebut berdasrkan laporan dari 26 pusat
kesehtan masyarakat (Puskesmas) se-kota Banjarmasin bekerja sama dengan unit
Kesehatan Sekolah (UKS). Kasus tersebut jelas Dias terjadi pada remaja yang
masih duduk di usia SMP hingga SMA, atau dengan rentang usia antara 16 tahun
hingga 19 tahun. (Bharatanews, 26 Februari 2012).
Kemudian
dari hasil data dan evaluasi Dinas Kesehatan tahun 2011 menunjukkan adanya
peningkatan jumlah penderita infeksi menular saluran seksual, dengan jumlah
penderita yang terjadi akibat seks di luar nikah ini pelajar sebanyak 148 kasus,
infeksi saluran reproduksi sebanyak 30 kasus, sedangkan persalinan di usia
remaja, baik yang sudah menikah atau di luar nikah 200 kasus lebih. (Kalimantan
Post, 15 Februari 2012). Di Banjarmasinpun pernah marak peredaran video porno
pelajar yang berjudul Asmara Banjarbaru, dan untuk Indonesia sendiri berada
pada peringkat satu dunia dalam jumlah pengunduh dan pengunggah situs porno.
Mayoritas pengunduh masih berusia remaja, yakni pelajar SMP dan SMA.
(Mediaindonesia.com, 4 Maret 2012)
Hal
tersebut hanyalah sebagian data yang diperoleh dari beragam kasus kenakalan
remaja, karena data yang sebenarnya terjadi jauh lebih besar. Inilah dilema
yang harus di hadapi kaum perempuan saat peran mulia mereka sebagai ibu dan
pengatur rumah tangga harus dikorbankan di tengah himpitan beban ekonomi yang
tidak berpihak pada mereka. Saat perempuan harus banting tulang mencari nafkah,
mereka juga dituntut untuk bisa balance
dengan komitmen mereka kepada keluarga. Pengorbananpun terpaksa harus dilakukan
demi mengejar materi semata, semua dilakukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga
terutama untuk pendidikan, kesehatan, dan kebahagiaan sang anak. Hingga ukuran
kebahagiaanpun harus dinilai dengan tercukupinya semua materi yang diinginkan. Namun,
di tengah fakta dengan semakin meningkatnya kerusakan moral di tengah-tengah
generasi muda negeri ini, haruskah kita menutup mata dan membiarkan generasi
harapan bangsa yang akan memegang tongkat estafet pembangunan Negara
selanjutnya harus dibiarkan hidup bebas tanpa adanya sosok figur yang bisa
mengarahkan dan membimbing mereka. Sosok itu bisa mereka dapatkan dari
siapapun, namun sosok yang paling dekat dengan hidup mereka adalah sosok Ibu
karena saat ibu mengandung hingga mutiara itu terlahir, seorang ibulah yang
pertama kali akan menggoreskan warna di atas kanvas hidup anak-anaknya. Namun
salahkah bila seorang perempuan terutama seorang ibu berupaya membantu
kebutuhan keluarga dengan bekerja di luar rumah. Benarkah dengan pendapatan
ganda yang dimiliki oleh suatu keluarga justru akan memberikan banyak
keuntungan terutama dalam hal kebahagiaan anak-anak mereka ?.
Kemiskinan
Kemiskinan bukanlah masalah yang tengah dihadapi
oleh kaum perempuan karena bagaimanapun juga dampak ini tengah dirasakan oleh
seluruh lapisan termasuk kaum laki-laki, hingga beban kemiskinan tidak
seharusnya ditumpukan pada kaum perempuan saja. Begitupun dengan berbagai upaya
yang tengah dilakukan untuk memberdayakan ekonomi perempuan karena hal tersebut
hanyalah sebagian kecil dari permasalahan yang tengah dihadapi oleh negeri ini.
Bagaimanapun juga kemiskinan bukanlah hanya bagian dari masalah ekonomi saja
tapi justru merupakan bagian dari seluruh aspek kehidupan. Kemiskinan membuat
manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan dan
papan, yang dapat berimbas pada merosotnya aktivitas yang bisa dilakukan oleh
manusia seperti ketidakmampuan manusia dalam mendapatkan pendidikan yang layak,
gizi yang baik untuk keluarganya dan lain-lain yang berimbas pada menurunnya
kualitas sumber daya manusia yang justru merupakan cikal bakal generasi penerus
bangsa.
Hingga penyelesaian masalah dengan membebankannya
kepada individu-individu saja terutama kepada perempuan saja, justru akan
menambah berbagai permasalahan baru yang dapat berimbas pada kelangsungan hidup
negeri itu sendiri. Hingga diperlukan adanya peran serta seluruh lapisan
terutama Negara dalam menjamin terpenuhinya distribusi kekayaan kepada seluruh
rakyat, hal ini dapat dilakukan dengan adanya seperangkat aturan (hukum) yang
dapat menjamin keberlangsungan seluruh tata kehidupan rakyat seperti hukum
tentang pemeliharaan urusan rakyat dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan
sarana umum lainnya yang menjadi hajat hidup orang banyak, hukum kebolehan dan
dukungan sepenuhnya untuk bekerja pada sektor riil seperti pertanian,
perdagangan, perindustrian, dan lain-lain.
Double Income
Bekerja merupakan salah satu upaya bagi setiap
orang untuk memperoleh harta demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Kewajiban utama
untuk mencari nafkah (bekerja) berada dipundak laki-laki, namun hal ini tidak
menutup kemungkinan bagi perempuan untuk bekerja, hanya saja hal tersebut tidak
menjadi sebuah kewajiban. Tugas utama perempuan saat ia telah menikah adalah
sebagai ibu dan manajer rumah tangga (ummu
wa rabbatul bait), bukan berarti peran tersebut menjadi bernilai inferior
atau justru dinilai telah mendeskreditkan perempuan. Justru peran ini adalah
peran yang sangat mulia yang bisa diemban oleh
kaum perempuan. Karena di tangan merekalah kelak akan dicetak
generasi-generasi harapan bangsa yang memegang tongkat estafet majunya sebuah
peradaban. Merekalah madrasah pertama bagi generasi harapan bangsa untuk
belajar mengenal tentang kehidupan, karena semenjak ia berada dalam kandungan
ibu telah mempengaruhi fisik dan mentalnya.
Salah satu bentuk penghargaan yang diberikan oleh
Rasulullah SAW kepada kaum perempuan adalah dengan memberikan kedudukan mulia
kepada perempuan yang bersedia menjadi ibu bahwa “Surga berada di bawah telapak
kaki Ibu”. Karena hanya perempuan hebatlah yang berani menanggung resiko
kematian untuk melahirkan, namun apabila kemudian meninggal ketika melahirkan
mereka diberi pahala setara dengan pahala para syuhada. Islam menempatkan
posisi dan peran Ibu ini sebagai tugas utama kaum perempuan. Hingga untuk menjamin
terlaksananya peran tersebut Islam menetapkan beberapa hukum khusus bagi
perempuan, seperti kebolehan untuk meninggalkan puasa sewaktu hamil dan
menyusui, berhenti puasa dan shalat sewaktu haid dan nifas, penundaan uqubat
bagi ibu hamil dan menyusui, memberikan hak pengasuhan kepada Ibu selama anak
masih menyusui (belum dapat memenuhi kebutuhan fisiknya sendiri), dan
lain-lain. Namun sangat disayangkan, di tengah himpitan ekonomi membuat peran
perempuan sebagai seorang Ibu kembali harus terabaikan.
Perempuan bekerja secara syara’ memang
dibolehkan, terlebih untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya seperti menjadi
guru, dokter, tenaga ahli, manajer dan lain-lain. Terlebih kondisi keuangan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokok menuntut hal tersebut. Hanya saja yang
menjadi kewajiban utamanya adalah sebagai ibu dan manajer rumah tangga tidak
boleh terabaikan, karena bagaimanapun juga kewajiban utama dalam mencari nafkah
berada di pundak suami, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2] :
233. Hingga peran mereka sebagai Ibu tidak terabaikan, guna mencetak
generasi-generasi unggul, sebagaimana yang dilakukan oleh perempuan-perempuan
teladan dimasa Rasulullah SAW, seperti Ummu Imarah, beliau merupakan contoh
seorang ibu sekaligus seorang pejuang perempuan yang dengan penuh ketegaran
menyuruh anak lelakinya yang telah cedera untuk tidak lari dari perang dan
bahkan kembali ke medan pertempuran demi membela agama dan menegakkan kebenaran
sesuai dengan apa yang telah dijanjikannya pada baiat Aqobah. Begitupan dengan ummul
mukminin Aisyah ra, di usianya yang masih belia Aisyah telah dikenal sebagai
periwayat hadis yang handal. Ia telah meriwayatkan 2210 hadis, 297
diantaranya terdapat di dalam kitab Hadis Bukhari dan pada perang Khandaq, ialah
wanita luar biasa yang maju menerobos ke bagian depan barisan pasukan meski
membahayakan keselamatan dirinya.
Aisyah ra berpendapat
bahwa beraktifitas adalah merupakan keharusan dan tuntutan bagi setiap
perempuan. Setiap perempuan tidak boleh hanya duduk di dalam rumah tanpa
berpikir untuk melakukan sesuatu yang berguna yang dapat membantu meringankan
beban lingkungannya namun tentu saja tanpa mengabaikan peran utamanya rumah
dan mendidik anak-anaknya. Jadi, bagi seorang muslimah jika telah
mengambil keputusan bekerja di luar rumah hendaklah ia tetap memperhatikan
hukum-hukum yang telah di tetapkan oleh Allah swt agar ia tidak terjerumus ke
dalam kehancuran dan kenistaan, juga bagi seorang Ibu hendaklah ia tidak
melalaikan tugas utamanya sebagai ummu wa
rabatul bait agar melalui kecerdasan kalian akan tumbuh generasi-generasi
harapan yang akan meneruskan perjuangan
kalian dalam membangun negeri ini.
Bebahagialah kalian para perempuan, karena kalian
memiliki anak-anak yang sholeh yang hidup mereka tidak dibiarkan bebas tanpa
arah, karena mereka diciptakan dengan memiliki tujuan. Mereka ada bukan hanya
berguna untuk dunia ini, tapi kelak merekalah yang akan selalu mendoakan
kebaikan baik saat kalian ada maupun tiada. Pandanglah mereka sebagai investasi
akhiratmu bukan hanya untuk investasi duniamu. Sayangilah mereka, buah hati
titipan Illahi, karena di tangan merekalah sebuah kebangkitan besar kan
terwujud. Berbanggalah menjadi seorang perempuan karena melalui tangan
kalianlah perubahan besarkan terwujud bagi generasi negeri ini.(*) Wallahu’alam
bi ashawab
dari berbagai sumber