Kamis, 13 Juni 2013

ARTIKEL: GENERASI WINNER


“Generasi Winner”

Oleh: Azizah al-Karimah (Aprialisa)

Pendidikan merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam membentuk kepribadian dan intelektual sumber daya manusia. Sebuah negeri tanpa adanya regenerasi yang berkualitas seperti layaknya sebuah bangunan dengan fondasinya yang rapuh, hingga saat sedikit saja ditempa oleh goncangan  maka, bangunan itupun akan hancur porak poranda. Begitupun saat sebuah negeri yang memiliki banyak sumber daya alam yang berlimpah namun, sumber daya manusia yang ada didalamnya hancur, sudah dapat dipastikan sumber daya alam yang berlimpah tersebut akan habis tanpa bekas, dimakan oleh ketamakan orang-orang kuat untuk pribadinya sendiri hingga yang tersisa hanyalah sebuah negeri yang meninggalkan kelaparan dimana-mana, kerusakan moral yang semakin parah, hingga titik yang paling kritis negeri itu akan binasa.

Ini bukanlah sebuah kata tanpa makna, ataupun sebuah dongeng pengantar tidur. Disadari ataupun tidak, semua ini telah terjadi di tengah-tengah kita, bahkan kita adalah bagian darinya. Bagian dari sebuah perubahan yang membawa pengaruh besar bagi kemajuan atau kemunduran sebuah peradaban. Seorang bayi yang masih baru berada dalam kandungan, kemudian ia lahir dan tumbuh menjadi dewasa, hingga ia beranjak menjadi tua, semua siklus tersebut adalah sebuah proses  pembentukan tahapan kepribadian untuk membentuk karakter mereka menjadi winner or looser. Hingga, sangat pantaslah bahwa pendidikan mendapat perhatian lebih bagi pembentukan karakter para generasi penerus. Namun, sangat disayangkan berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Apa jadinya sebuah negeri, bila mutu pendidikan kurang mendapat perhatian. Terlebih saat pendidikan yang paling penting untuk membentuk karakter mereka justru cenderung terabaikan, karena ilmu pengetahuan bukanlah satu-satunya hal yang dapat menentukan generasi tersebut sebagai generasi terbaik, namun pendidikan agama merupakan faktor utama untuk membentuk karakter generasi sebagai generasi yang cerdas secara intelektual dan cerdas secara spiritual. Hingga, generasi yang terlahir dari proses pendidikan yang bermutu adalah generasi yang cerdas dan bermoral, yang tahu apa yang harus dilakukan untuk membangun negeri ini bukan untuk ketamakan sendiri.

Beberapa Faktor Penghambat

1.      Biaya Pendidikan yang Mahal
Salah satu faktor yang menjadi penghambat generasi penerus bangsa untuk berkembang adalah biaya pendidikan yang mahal yang sulit dijangkau bagi para orang tua terutama bagi masyarakat miskin. Bahkan kualitas atau mutu pendidikan yang diberikan setara dengan biaya yang harus ditanggung oleh mereka. Hingga muncullah sebutan pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan, dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) yang membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Hanya orang kaya saja yang bisa pintar, orang miskin tidak perlu bersekolah.

2.      Rendahnya Sarana dan Prasarana Sekolah
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

3.      Standar Kelulusan yang Tidak Memperhatikan Kualitas Tenaga Pendidik
Begitupun dengan rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar 3 juta rupiah. Namun pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Hingga, dengan pendapatan tersebut, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

4.      Dikotomi Pendidikan
Terlebih dengan sistem pendidikan sekuler yang sekarang tengah diterapkan, dimana telah terjadi dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan umum. Sehingga, pengembangan ilmu pengetahuan dan sains teknologi yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional tidak memiliki hubungan yang kuat dengan pembentukan karakter peserta didik. Padahal, pembentukan karakter merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Agama yang menjadi faktor penting dalam pembentukan karakter peserta didik hanya ditempatkan pada posisi yang sangat minimal, dan tidak menjadi landasan dari seluruh aspek.

Pendidikan dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah terhadap rakyat yang wajib dipenuhi, karena hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai hamba Allah yang telah diberikan amanah untuk memelihara dan mengatur urusan rakyat. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.”(HR al-Bukhari dan Muslim). Seorang penguasa dalam Islam berkewajiban menerapkan sistem pendidikan Islam dengan memadukan pendidikan berbasis pengetahuan dengan pendidikan agama, karena tujuan pendidikan Islam adalah membentuk generasi yang bertsaqofah Islam, memiliki kepribadian Islam dan menguasai pengetahuan umum.

Agar hal tersebut bisa terwujud diperlukan sinergi antara sekolah dengan masyarakat dan keluarga. Serta upaya yang dilakukan untuk memotivasi tenaga pendidik dan peserta didik adalah : a). Bagi tenaga pendidik diberikan gaji yang besar, diberikan sarana dan prasarana yang memudahkan mereka dalam mengajar; b). Bagi peserta didik disediakan sarana dan prasarana yang menunjang dan memudahkan mereka dalam menuntut ilmu, dipersilahkan bagi siapa saja yang ingin bersekolah baik kaya ataupun miskin tanpa dipungut biaya, bagi siapa saja yang membuat buku ataupun tulisan akan dihargai dengan emas seberat buku yang telah dibuat. Sehingga akan tercipta pendidikan yang berkualitas, yang akan melahirkan generasi penerus yang berkualitas, yang membawa perubahan besar bagi kemajuan negaranya. Sistem pendidikan Islam ini telah terbukti karena telah berhasil melahirkan ribuan ulama sekaligus ilmuan pada berbagai disiplin ilmu, seperti Ibnu Sina (ahli kedokteran yang buku-bukunya pernah dijadikan referensi oleh para ilmuwan barat), al-Khawarizmi (penemu angka nol), al-Kindi, al-Farabi, dll. Dengan paradigma sistem pendidikan Islam inilah, harapan besar untuk mencetak generasi winner akan tercipta. * Wallahu’alam bi ash shawab

dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed using TrixTG