“Generasi Winner”
Oleh: Azizah al-Karimah (Aprialisa)
Pendidikan merupakan
salah satu sarana yang sangat penting dalam membentuk kepribadian dan
intelektual sumber daya manusia. Sebuah negeri tanpa adanya regenerasi yang
berkualitas seperti layaknya sebuah bangunan dengan fondasinya yang rapuh, hingga
saat sedikit saja ditempa oleh goncangan
maka, bangunan itupun akan hancur porak poranda. Begitupun saat sebuah
negeri yang memiliki banyak sumber daya alam yang berlimpah namun, sumber daya
manusia yang ada didalamnya hancur, sudah dapat dipastikan sumber daya alam
yang berlimpah tersebut akan habis tanpa bekas, dimakan oleh ketamakan
orang-orang kuat untuk pribadinya sendiri hingga yang tersisa hanyalah sebuah
negeri yang meninggalkan kelaparan dimana-mana, kerusakan moral yang semakin
parah, hingga titik yang paling kritis negeri itu akan binasa.
Ini bukanlah sebuah
kata tanpa makna, ataupun sebuah dongeng pengantar tidur. Disadari ataupun
tidak, semua ini telah terjadi di tengah-tengah kita, bahkan kita adalah bagian
darinya. Bagian dari sebuah perubahan yang membawa pengaruh besar bagi kemajuan
atau kemunduran sebuah peradaban. Seorang bayi yang masih baru berada dalam
kandungan, kemudian ia lahir dan tumbuh menjadi dewasa, hingga ia beranjak
menjadi tua, semua siklus tersebut adalah sebuah proses pembentukan tahapan kepribadian untuk
membentuk karakter mereka menjadi winner
or looser. Hingga, sangat pantaslah bahwa pendidikan mendapat perhatian
lebih bagi pembentukan karakter para generasi penerus. Namun, sangat
disayangkan berdasarkan hasil survei Political
and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia
berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di
bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The
World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang
rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di
dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan
sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Apa jadinya sebuah
negeri, bila mutu pendidikan kurang mendapat perhatian. Terlebih saat
pendidikan yang paling penting untuk membentuk karakter mereka justru cenderung
terabaikan, karena ilmu pengetahuan bukanlah satu-satunya hal yang dapat
menentukan generasi tersebut sebagai generasi terbaik, namun pendidikan agama
merupakan faktor utama untuk membentuk karakter generasi sebagai generasi yang
cerdas secara intelektual dan cerdas secara spiritual. Hingga, generasi yang
terlahir dari proses pendidikan yang bermutu adalah generasi yang cerdas dan
bermoral, yang tahu apa yang harus dilakukan untuk membangun negeri ini bukan
untuk ketamakan sendiri.
Beberapa Faktor
Penghambat
1. Biaya Pendidikan yang Mahal
Salah satu faktor yang menjadi
penghambat generasi penerus bangsa untuk berkembang adalah biaya pendidikan
yang mahal yang sulit dijangkau bagi para orang tua terutama bagi masyarakat
miskin. Bahkan kualitas atau mutu pendidikan yang diberikan setara dengan biaya
yang harus ditanggung oleh mereka. Hingga muncullah sebutan pendidikan bermutu
itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang
harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan, dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) yang membuat masyarakat miskin
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Hanya orang kaya saja
yang bisa pintar, orang miskin tidak perlu bersekolah.
2. Rendahnya Sarana dan Prasarana Sekolah
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali
sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara
laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri,
tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
3. Standar Kelulusan yang Tidak
Memperhatikan Kualitas Tenaga Pendidik
Begitupun dengan rendahnya kesejahteraan guru
mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan
survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005,
idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar 3 juta rupiah. Namun
pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460
ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Hingga,
dengan pendapatan tersebut, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.
Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi
tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan
sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
4.
Dikotomi
Pendidikan
Terlebih dengan sistem
pendidikan sekuler yang sekarang tengah diterapkan, dimana telah terjadi dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan
agama dan umum. Sehingga, pengembangan ilmu pengetahuan dan sains teknologi
yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional tidak memiliki hubungan yang
kuat dengan pembentukan karakter peserta didik. Padahal, pembentukan karakter
merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Agama yang menjadi faktor
penting dalam pembentukan karakter peserta didik hanya ditempatkan pada posisi
yang sangat minimal, dan tidak menjadi landasan dari seluruh aspek.
Pendidikan dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan salah
satu bentuk pelayanan pemerintah terhadap rakyat yang wajib dipenuhi, karena
hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai hamba Allah yang telah
diberikan amanah untuk memelihara dan mengatur urusan rakyat. Sebagaimana
Rasulullah saw bersabda, “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan
pengatur urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan
rakyatnya.”(HR al-Bukhari dan Muslim). Seorang penguasa dalam Islam
berkewajiban menerapkan sistem pendidikan Islam dengan memadukan pendidikan
berbasis pengetahuan dengan pendidikan agama, karena tujuan pendidikan Islam
adalah membentuk generasi yang bertsaqofah Islam, memiliki kepribadian Islam
dan menguasai pengetahuan umum.
Agar hal tersebut bisa terwujud diperlukan
sinergi antara sekolah dengan masyarakat dan keluarga. Serta upaya yang
dilakukan untuk memotivasi tenaga pendidik dan peserta didik adalah : a). Bagi
tenaga pendidik diberikan gaji yang besar, diberikan sarana dan prasarana yang
memudahkan mereka dalam mengajar; b). Bagi peserta didik disediakan sarana dan
prasarana yang menunjang dan memudahkan mereka dalam menuntut ilmu,
dipersilahkan bagi siapa saja yang ingin bersekolah baik kaya ataupun miskin
tanpa dipungut biaya, bagi siapa saja yang membuat buku ataupun tulisan akan dihargai
dengan emas seberat buku yang telah dibuat. Sehingga akan tercipta pendidikan
yang berkualitas, yang akan melahirkan generasi penerus yang berkualitas, yang
membawa perubahan besar bagi kemajuan negaranya. Sistem pendidikan Islam ini
telah terbukti karena telah berhasil melahirkan ribuan ulama sekaligus ilmuan
pada berbagai disiplin ilmu, seperti Ibnu Sina (ahli kedokteran yang
buku-bukunya pernah dijadikan referensi oleh para ilmuwan barat), al-Khawarizmi
(penemu angka nol), al-Kindi, al-Farabi, dll. Dengan paradigma sistem
pendidikan Islam inilah, harapan besar untuk mencetak generasi winner akan tercipta. * Wallahu’alam bi
ash shawab
dari berbagai
sumber
0 komentar:
Posting Komentar