Kamis, 13 Juni 2013

ARTIKEL: BERBANGGALAH MENJADI PEREMPUAN


“Berbanggalah menjadi Perempuan”

Oleh: Azizah al-Karimah (Aprialisa)

Perempuan dipandang hebat saat ia berhasil dalam pekerjaan pada lingkup publik, tetap berkomitmen pada keluarganya dan mereka sukses. Sehingga, saat perempuan memilih untuk tetap fokus pada perannya di lingkup domestik, merekapun dipandang sebelah mata. Bahkan, dunia masih menyangsikan atas keberadaan perempuan dengan peran domestik mereka sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Keberadaan perempuan sebagai ibu rumah tangga dinilai akan berdampak pada meningkatnya beban kemiskinan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Direktur Program The Asia Foundation Hana A Satryo dalam sosialisasi program tata kelola anggaran yang berpihak pada perempuan dan masyarakat miskin, di rumah jabatan Bupati Maros, Sulawesi Selatan Selasa (14 Juni 2011) mengungkapkan bahwa 60% penduduk miskin di Indonesia didominasi perempuan, dominasi kemiskinan ini disebabkan karena mayoritas perempuan tidak memiliki pekerjaan formal, tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi sehingga perempuan identik dengan kemiskinan, juga karena pemikiran tradisional masyarakat yang menganggap perempuan cukup mengurus rumah tangga dan tinggal di rumah. (Tribunnews.com, 14 Juni 2011). Sehingga, untuk mengatasi beban kemiskinan yang identik dengan perempuan, salah satu cara yang harus dilakukan adalah dengan memberikan perempuan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengakses kesempatan ekonomi, karena peran perempuan berkontribusi besar dalam membangun pilar ekonomi Negara.

Namun,tidak dapat dipungkiri krisis yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, membuat kondisi Indonesia mengalami turbulensi, baik pada skala makro maupun mikro. Mengakibatkan jumlah penduduk miskin kian meningkat yang dapat ditunjukkan dengan semakin melambungnya harga-harga kebutuhan pokok dan peningkatan jumlah pengangguran. Hingga hal ini berpengaruh sangat besar pada kestabilan ekonomi dan politik Negara. Tidak dapat dipungkiri pula, imbas dari krisis ekonomi tersebut masih dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat kelas bawah dan miskin. Bahkan upaya yang ditempuh untuk mengembalikan kondisi perekonomian Negara salah satunya adalah melalui bantuan lembaga Bank Dunia dan IMF, hingga kebijakan-kebijakan yang diambilpun berpihak pada pemilik modal terbesar. Salah satunya adalah dengan diberlakukannya Undang-undang (UU) Migas No. 22 tahun 2001.

Akan dinaikkannya harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu dari dampak pemberlakuan UU Migas No. 22 tahun 2001 tersebut. Ditengah kondisi masyarakat yang masih serba sulit, kini masyarakat harus dihadapkan pada kenaikan harga BBM yang justru sangat merugikan masyarakat kelas bawah dan miskin. Hal ini dikemukakan berdasarkan hasil survey ekonomi nasional (SUSENAS) 2010 yang menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Hingga, pengaruh kenaikan harga BBM ini akan sangat dirasakan oleh rakyat kelas bawah dan miskin  seperti para buruh, pekerja dan masyarakat miskin lainnya. Ditengah kondisi ketidakpastian akibat penundaan kenaikan harga BBM yang direncanakan awal April lalu, kini kondisi pasar mengalami kepanikan, hingga jelang kenaikanpun harga-harga kebutuhan pokok tidak dapat dibendung lagi.

Dampak yang dapat dirasakan salah satunya adalah kenaikan harga BBM akan berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi, sehingga hal ini akan berisiko pada penurunan biaya gaji karyawan sektor produksi atau penundaan ataupun justru pengurangan jumlah pekerja sektor produksi, dan dapat disimpulkan pihak yang paling merasakan dampak kenaikan harga BBM ini adalah para buruh (rakyat kelas bawah dan miskin). Perempuanpun merupakan pihak yang paling terkena dampak kenaikan harga BBM, karena perempuan merupakan pihak yang langsung terlibat dalam mengatur kebutuhan rumah tangga di tengah harga yang meningkat sementara daya beli menurun. Di tengah himpitan ekonomi inilah para perempuan khususnya ibu rumah tangga harus memutar otak mereka untuk menemukan cara yang tepat dalam mengelola keuangan rumah tangga, karena melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok tidak bergerak searah dengan pendapatan (kondisi keuangan) masyarakat. Hingga dapat dipastikan orientasi pun akan terfokus pada profit oriented, dalam arti bagaimana caranya agar kondisi keuangan rumah tangga tidak mengalami defisit, dan salah satu solusinya adalah dengan turut andilnya perempuan dalam mencari nafkah guna mencukupi kebutuhan hidup mereka, termasuk kebutuhan pokok berupa makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan.

Hingga pergeseran peranpun tidak dapat terelakkan lagi, yang pada awalnya bekerja bagi perempuan sebagai sarana untuk eksistensi dirinya, kini bekerja sudah menjadi sebuah kebutuhan (needs) bagi mereka.  Sehingga peran domestik sebagai ibu dan pengatur rumah tangga cenderung terabaikan, dengan menyerahkan pendidikan dan pengurusan anak-anak kepada jasa pengasuh anak, asisten rumah tangga ataupun menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada lembaga pendidikan. Salah satu yang menjadi pilihan perempuan bekerja adalah dengan mencari kerja di negeri orang sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hidup, dengan pendidikan dan keterampilan yang terbatas mereka dapat memperoleh penghasilan jauh lebih besar dibanding bekerja di Negara sendiri.

Namun, dalam banyak kasus TKI, para pahlawan devisa ini dalam kehidupan mereka sangat rawan dengan eksploitasi. Sebagaimana yang dialami oleh Juniati binti Sayidun TKW asal Indramayu yang menjadi korban TKW illegal korban sindikat penyelundupan manusia (human trafficking) yang didatangkan ke Mesir secara illegal. Hal ini tidak hanya dialami oleh Juniati tetapi menurut Staf Protokol dan Konsuler, Ali Andika Wardana, TKW informal yang tercatat di KBRI Kairo pada Februari 2012 sebanyak 1.162 orang, namun diperkirakan jumlah yang terdaftar jauh lebih banyak dari data tersebut. Begitupun menurut Muhammad Haras Baco, warga Negara Indonesia yang telah belasan tahun bermukim di Mesir memperkiraka TKW yang tidak terdaftar di KBRI itu lebih 4.000 orang. Permasalahan yang dialami oleh TKW illegal di Mesir adalah gaji yang tidak dibayar, bekerja tanpa kontrak dan dokumen pendukung seperti VISA kerja, jaminan keamanan disamping mengalami penyiksaan, pelecehan fisik dan verbal, serta bekerja tidak mengenal waktu. (Kompas.Com, 29 Maret 2012)

Bukan hanya permasalahan di atas yang harus dialami oleh TKI. Menurut laporan yang diterbitkan dalam The Presidential Post, telah ada sebanyak 167 warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati, 11 orang diantaranya telah dijatuhi hukuman mati diberbagai Negara termasuk Arab Saudi. Bahkan menurut Juru Bicara satuan tugas penanganan TKI atau warga Negara Indonesia terancam hukuman mati di luar negeri, Humprey R Djemat menyatakan saat ini terdapat 203 warga Negara Indonesia atau TKI yang menghadapi ancaman pidana berat dan hukuman mati di 6 negara, 37 orang di Arab Saudi, 149 orang di Malaysia, 14 orang di Cina, serta Iran, Singapura, dan Brunei Darussalam masing-masing satu orang. (Liputan6.Com, 6 April 2012)

Bekerja di luar rumah meski sebagai sarana perempuan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka seringkali menimbulkan masalah yang tidak dapat diselesaikan. Kesibukan perempuan di luar rumahnya cenderung membuat mereka harus mengorbankan keluarga, sementara di tengah arus bebas saat ini generasi muda sangat membutuhkan perhatian dan pengayoman dari orang tua mereka terutama dari sosok seorang ibu karena berdasarkan data dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Hj. Dias R Praswati menunjukkan bahwa frekuensi angka perbuatan seks bebas para remaja kian meningkat jumlahnya, hal itu ditandai semakin banyak persalinan remaja putrid di berbagai klinik dan rumah sakit bersalin. “Dari sebanyak 50 orang pada tahun 2010, melonjak menjadi 235 orang pada 2011, tak tertutup kemungkinan terus meningkat jumlahnya pada 2012.” Pada kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), yakni dari 35 kejadian sepanjang 2010, melonjak menjadi 220 kasus pada 2011. Data teersebut berdasrkan laporan dari 26 pusat kesehtan masyarakat (Puskesmas) se-kota Banjarmasin bekerja sama dengan unit Kesehatan Sekolah (UKS). Kasus tersebut jelas Dias terjadi pada remaja yang masih duduk di usia SMP hingga SMA, atau dengan rentang usia antara 16 tahun hingga 19 tahun. (Bharatanews, 26 Februari 2012).

Kemudian dari hasil data dan evaluasi Dinas Kesehatan tahun 2011 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita infeksi menular saluran seksual, dengan jumlah penderita yang terjadi akibat seks di luar nikah ini pelajar sebanyak 148 kasus, infeksi saluran reproduksi sebanyak 30 kasus, sedangkan persalinan di usia remaja, baik yang sudah menikah atau di luar nikah 200 kasus lebih. (Kalimantan Post, 15 Februari 2012). Di Banjarmasinpun pernah marak peredaran video porno pelajar yang berjudul Asmara Banjarbaru, dan untuk Indonesia sendiri berada pada peringkat satu dunia dalam jumlah pengunduh dan pengunggah situs porno. Mayoritas pengunduh masih berusia remaja, yakni pelajar SMP dan SMA. (Mediaindonesia.com, 4 Maret 2012)

Hal tersebut hanyalah sebagian data yang diperoleh dari beragam kasus kenakalan remaja, karena data yang sebenarnya terjadi jauh lebih besar. Inilah dilema yang harus di hadapi kaum perempuan saat peran mulia mereka sebagai ibu dan pengatur rumah tangga harus dikorbankan di tengah himpitan beban ekonomi yang tidak berpihak pada mereka. Saat perempuan harus banting tulang mencari nafkah, mereka juga dituntut untuk bisa balance dengan komitmen mereka kepada keluarga. Pengorbananpun terpaksa harus dilakukan demi mengejar materi semata, semua dilakukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga terutama untuk pendidikan, kesehatan, dan kebahagiaan sang anak. Hingga ukuran kebahagiaanpun harus dinilai dengan tercukupinya semua materi yang diinginkan. Namun, di tengah fakta dengan semakin meningkatnya kerusakan moral di tengah-tengah generasi muda negeri ini, haruskah kita menutup mata dan membiarkan generasi harapan bangsa yang akan memegang tongkat estafet pembangunan Negara selanjutnya harus dibiarkan hidup bebas tanpa adanya sosok figur yang bisa mengarahkan dan membimbing mereka. Sosok itu bisa mereka dapatkan dari siapapun, namun sosok yang paling dekat dengan hidup mereka adalah sosok Ibu karena saat ibu mengandung hingga mutiara itu terlahir, seorang ibulah yang pertama kali akan menggoreskan warna di atas kanvas hidup anak-anaknya. Namun salahkah bila seorang perempuan terutama seorang ibu berupaya membantu kebutuhan keluarga dengan bekerja di luar rumah. Benarkah dengan pendapatan ganda yang dimiliki oleh suatu keluarga justru akan memberikan banyak keuntungan terutama dalam hal kebahagiaan anak-anak mereka ?.

Kemiskinan

Kemiskinan bukanlah masalah yang tengah dihadapi oleh kaum perempuan karena bagaimanapun juga dampak ini tengah dirasakan oleh seluruh lapisan termasuk kaum laki-laki, hingga beban kemiskinan tidak seharusnya ditumpukan pada kaum perempuan saja. Begitupun dengan berbagai upaya yang tengah dilakukan untuk memberdayakan ekonomi perempuan karena hal tersebut hanyalah sebagian kecil dari permasalahan yang tengah dihadapi oleh negeri ini. Bagaimanapun juga kemiskinan bukanlah hanya bagian dari masalah ekonomi saja tapi justru merupakan bagian dari seluruh aspek kehidupan. Kemiskinan membuat manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan dan papan, yang dapat berimbas pada merosotnya aktivitas yang bisa dilakukan oleh manusia seperti ketidakmampuan manusia dalam mendapatkan pendidikan yang layak, gizi yang baik untuk keluarganya dan lain-lain yang berimbas pada menurunnya kualitas sumber daya manusia yang justru merupakan cikal bakal generasi penerus bangsa.
Hingga penyelesaian masalah dengan membebankannya kepada individu-individu saja terutama kepada perempuan saja, justru akan menambah berbagai permasalahan baru yang dapat berimbas pada kelangsungan hidup negeri itu sendiri. Hingga diperlukan adanya peran serta seluruh lapisan terutama Negara dalam menjamin terpenuhinya distribusi kekayaan kepada seluruh rakyat, hal ini dapat dilakukan dengan adanya seperangkat aturan (hukum) yang dapat menjamin keberlangsungan seluruh tata kehidupan rakyat seperti hukum tentang pemeliharaan urusan rakyat dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan sarana umum lainnya yang menjadi hajat hidup orang banyak, hukum kebolehan dan dukungan sepenuhnya untuk bekerja pada sektor riil seperti pertanian, perdagangan, perindustrian, dan lain-lain.

Double Income 

Bekerja merupakan salah satu upaya bagi setiap orang untuk memperoleh harta demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Kewajiban utama untuk mencari nafkah (bekerja) berada dipundak laki-laki, namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi perempuan untuk bekerja, hanya saja hal tersebut tidak menjadi sebuah kewajiban. Tugas utama perempuan saat ia telah menikah adalah sebagai ibu dan manajer rumah tangga (ummu wa rabbatul bait), bukan berarti peran tersebut menjadi bernilai inferior atau justru dinilai telah mendeskreditkan perempuan. Justru peran ini adalah peran yang sangat mulia yang bisa diemban oleh  kaum perempuan. Karena di tangan merekalah kelak akan dicetak generasi-generasi harapan bangsa yang memegang tongkat estafet majunya sebuah peradaban. Merekalah madrasah pertama bagi generasi harapan bangsa untuk belajar mengenal tentang kehidupan, karena semenjak ia berada dalam kandungan ibu telah mempengaruhi fisik dan mentalnya.

Salah satu bentuk penghargaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada kaum perempuan adalah dengan memberikan kedudukan mulia kepada perempuan yang bersedia menjadi ibu bahwa “Surga berada di bawah telapak kaki Ibu”. Karena hanya perempuan hebatlah yang berani menanggung resiko kematian untuk melahirkan, namun apabila kemudian meninggal ketika melahirkan mereka diberi pahala setara dengan pahala para syuhada. Islam menempatkan posisi dan peran Ibu ini sebagai tugas utama kaum perempuan. Hingga untuk menjamin terlaksananya peran tersebut Islam menetapkan beberapa hukum khusus bagi perempuan, seperti kebolehan untuk meninggalkan puasa sewaktu hamil dan menyusui, berhenti puasa dan shalat sewaktu haid dan nifas, penundaan uqubat bagi ibu hamil dan menyusui, memberikan hak pengasuhan kepada Ibu selama anak masih menyusui (belum dapat memenuhi kebutuhan fisiknya sendiri), dan lain-lain. Namun sangat disayangkan, di tengah himpitan ekonomi membuat peran perempuan sebagai seorang Ibu kembali harus terabaikan.

Perempuan bekerja secara syara’ memang dibolehkan, terlebih untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya seperti menjadi guru, dokter, tenaga ahli, manajer dan lain-lain. Terlebih kondisi keuangan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokok menuntut hal tersebut. Hanya saja yang menjadi kewajiban utamanya adalah sebagai ibu dan manajer rumah tangga tidak boleh terabaikan, karena bagaimanapun juga kewajiban utama dalam mencari nafkah berada di pundak suami, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2] : 233. Hingga peran mereka sebagai Ibu tidak terabaikan, guna mencetak generasi-generasi unggul, sebagaimana yang dilakukan oleh perempuan-perempuan teladan dimasa Rasulullah SAW, seperti Ummu Imarah, beliau merupakan contoh seorang ibu sekaligus seorang pejuang perempuan yang dengan penuh ketegaran menyuruh anak lelakinya yang telah cedera untuk tidak lari dari perang dan bahkan kembali ke medan pertempuran demi membela agama dan menegakkan kebenaran sesuai dengan apa yang telah dijanjikannya pada baiat Aqobah. Begitupan dengan ummul mukminin Aisyah ra, di usianya yang masih belia Aisyah telah dikenal sebagai periwayat hadis yang handal. Ia telah meriwayatkan  2210 hadis, 297 diantaranya terdapat di dalam kitab Hadis Bukhari dan pada perang Khandaq, ialah wanita luar biasa yang maju menerobos ke bagian depan barisan pasukan meski membahayakan keselamatan dirinya.

Aisyah ra berpendapat bahwa beraktifitas adalah merupakan keharusan dan tuntutan bagi setiap perempuan. Setiap perempuan tidak boleh hanya duduk di dalam rumah tanpa berpikir untuk melakukan sesuatu yang berguna yang dapat membantu meringankan beban lingkungannya  namun tentu saja tanpa mengabaikan peran utamanya rumah dan mendidik anak-anaknya.  Jadi, bagi seorang muslimah jika telah mengambil keputusan bekerja di luar rumah hendaklah ia tetap memperhatikan hukum-hukum yang telah di tetapkan oleh Allah swt agar ia tidak terjerumus ke dalam kehancuran dan kenistaan, juga bagi seorang Ibu hendaklah ia tidak melalaikan tugas utamanya sebagai ummu wa rabatul bait agar melalui kecerdasan kalian akan tumbuh generasi-generasi harapan  yang akan meneruskan perjuangan kalian dalam membangun negeri ini.
Bebahagialah kalian para perempuan, karena kalian memiliki anak-anak yang sholeh yang hidup mereka tidak dibiarkan bebas tanpa arah, karena mereka diciptakan dengan memiliki tujuan. Mereka ada bukan hanya berguna untuk dunia ini, tapi kelak merekalah yang akan selalu mendoakan kebaikan baik saat kalian ada maupun tiada. Pandanglah mereka sebagai investasi akhiratmu bukan hanya untuk investasi duniamu. Sayangilah mereka, buah hati titipan Illahi, karena di tangan merekalah sebuah kebangkitan besar kan terwujud. Berbanggalah menjadi seorang perempuan karena melalui tangan kalianlah perubahan besarkan terwujud bagi generasi negeri ini.(*) Wallahu’alam bi ashawab

dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed using TrixTG