Agar Anak Mencintai Ilmu
Oleh: Rasyidah Munir
Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu pada waktu kecil
adalah seperti memahat batu, sedangka perumpamaan mempelajari ilmu ketika
dewasa adalah seperti menulis di atas air.
(HR. ath-Thabrani dari Abu Darda’ ra)
Dalam sejarah, tidak ditemukan suatu agama yang mendorong
pemeluknya untuk memberikan pengajaran kepada anak-anak seperti Islam. Islam
menjadikan seorang muslim memiliki antusiasme yang sangat tinggi untuk belajar
dan mengajar. Antusiasme inilah yang menjadikan mereka sangat istimewa
sepanjang sejarahnya yang panjang. Apalagi bagi mereka, menuntut ilmu adalah
ibadah yang paling utama, yang bisa dijadikan media untuk mendekatkan diri
kepada Allah.
Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur untuk
melakukan pembinaan keilmuan dan pemikiran. Pada masa ini daya tangkap dan daya
serap otak mereka berada pada kemampuan maksimal; dada mereka lebih longgar dan
lebih hapal terhadap apa yang mereka dengar. Abu Hurairah ra meriwayatkan
secara marfu’, bahwa Rasulullah Saw bersabda (yang artinya): siapa yang mempelajari al-Qur’an ketika
masih muda, maka al-Qur’an itu akan menyatu dengan daging dan darahnya. Siapa
yang mempelajarinya ketika dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan
tidak melekat pada dirinya, maka ia mendapatkan pahala dua kali. (HR.
al-Baihaqi, ad-Dailimi, dan al-Hakim).
Agar para orang tua dapat mengarahkan anak melangkah menuju
ilmu, belajar, serta mencintai ilmu dan ulama, ada beberapa hal penting yang
harus ditempuh:
1.
Tanamkan
bahwa menuntut Ilmu adalah Perintah Allah Swt.
Kecintaan anak kepada Allah, yang seyogyanya sudah terlebih
dulu ditanamkan, akan memunculkan ketaatan pada perintah-NYa dan takut akan
azab-Nya, termasuk dalam menuntut ilmu. Cinta dan takut kepada Allah akan memunculkan
sikap konsisten dalam mencari ilmu tanpa bosan dan di hinggapi rasa putus asa.
2.
Tanamkan
bahwa al-Qur’an adalah Sumber Kebenaran.
Al-Qur’an sebagai sumber kebenaran (QS. Al-Maidah [5]: 48)
sejak awal harus di sampaikan oleh orang tua kepada anak. Semua yang benar
menurut al-Qur’an itulah yang harus dan boleh dilakukan. Ini memerlukan
keteladanan orangtua. Dengan begitu, anak akan melihat realisasi al-Qur’an
sebagai sumber kebenaran dalam setiap perilaku orangtuanya. Begitu pula ketika
menilai suatu keburukan, semuanya dinilai dengan standar al-Qur’an.
3.
Ajarkan
Metode Belajar yang Benar menurut Islam.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitab
as-Syakhshiyah al-Islamiyyah jilid 1, bahwa Islam mengajarkan metode belajar
yang benar, yaitu:
1.Mempelajari sesuatu dengan mendalam hingga dipahami apa
yang dipelajari dengan benar
2.Meyakini ilmu yang sedang dipelajari hingga bisa dijadikan
dasar untuk berbuat.
3.Sesuatu yang dipelajari bersifat praktis, bukan sekadar
teoritis, hingga dapat menyelesaikan suatu masalah.
Dalam mempelajari alam semesta misalnya, dikatakan secara
teoritis bahwa bulan mengelilingi bumi. Untuk menjadikannya sebagai pemahaman
yang mendalam haruslah anak diajak melihat fakta bulan, yang dari hari ke hari
berubah bentuk dan besarnya. Dengan demikian, anakpun menjadi yakin bahwa
perubahan tanggal setiap harinya adalah karena peredaran bulan. Dengan begitu,
ia dapat mengetahui bahwa menentukan tanggal satu Ramadhan, misalnya, adalah
dengan melihat bulan.
4.
Memilihkan
Guru dan Sekolah yang Baik bagi Anaknya.
Guru adalah cermin yang dilihat oleh anak sehingga akan
membekas di dalam jiwa dan pikiran mereka. Guru adalah sumber pengambilan ilmu.
Para Sahabat dan Salaf ash-Shalih sangat serius di dalam memilih guru yang baik
bagi anak-anak mereka.
Ibnu Sina dalam kitabnya, as-Siyasah, mengatakan, “Seyogyanya seorang anak itu dididik oleh
seorang guru yang mempunyai kecerdasan dan agama, piawai dalam membina akhlak,
cakap dalam mengatur anak, jauh dari sifat ringan tangan dan dengki, dan tidak
kasar di hadapan muridnya.”
Imam Mawardi (dalam Nashihah al-Muluk hlm. 172) menegaskan
urgensi memilih guru yang baik dengan mengatakan, “Wajib bersungguh-sungguh
didalam memilihkan guru dan pendidik bagi anak, seperti kesungguhan di dalam
memilihkan ibu dan ibu susuan baginya, bahkan lebih dari itu. Seorang anak akan
mengambil akhlak, gerak-gerik, adab dan kebiasaan dari gurunya melebihi yang
diambil dari orangtuanya sendiri.”
Begitupun memilihkan sekolah yang baik yang di dalamnya
diajarkan hal-hal ang tidak bertentangan dengan agama, apalagi yang merusak
akidah anak-anak Muslim. Banyak orangtua memilih sekolah untuk anaknya sekedar
agar anak dapat memperoleh ilmu dan prestasi yang bagus, tetapi lupa akan
perkembangan kekokohan akidah dan akhlaknya.
Namun demikian, tentulah guru yang paling utama dan utama
adalah orangtuanya, dan sekolah yang paling pertama dan utama adalah rumah
tempat tinggalnya bersama orangtua.
5.
Mengajari
Anak untuk Memuliakan para Ulama.
Abu Umamah ra menuturkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda
(yang artinya): Ada tiga manusia, tidak
ada yang meremehkan mereka kecuali orang yang munafik. Mereka adalah orangtua,
ulama, dan pemimpin yang adil. (HR. ath-Thabrani).
Ulama adalah pewaris para Nabi. Memuliakan dan menghormati
mereka, bersikap santun dan lembt di dalam bergaul dengan mereka, adalah di
antara adab yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak. Memuliakan ulama
menjadikan anak akan memuliakan ilmu ang diterimanya, yang dengannya Allah
menghidupkan hati seseorang. Abu Umamah ra juga menuturkan bahwa Rasulullah saw
pernah bersabda (yang artinya): Sesungguhnya
Luqman berkata kepada putranya, “Wahai anakku, engkau harus duduk dekat dengan
ulama. Dengarkanlah perkataan para ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah
menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghidupkan
bumi yang mati dengan hujan deras.” (HR. ath-Thabrani)
6.
Membiasakan
seluruh Keluarga Membaca dan Menghapal al-Qur’an dan Hadis Nabi saw.
Dalam membina akidah anak, mengajarkan al-Qur’an dan Hadits
Nabi saw adalah hal yang utama dalam membentuk mentalitas anak. Keduanya
merupakan sumber untuk menghidupkan ilmu yang akan menyinari dan menguatkan
akal. Para Sahabat ra sangat berambisi sekali mengikat anak-anak mereka dengan
al-Qur’an. Anas bin Malik ra, setiap kali mengkhatamkan al-Qur’an, mengumpulkan
istri dan anak-anaknya, lalu berdoa untuk kebaikan mereka.
Pada Rasulullah saw masih hidup, Ibnu Abbas ra telah hapal
al-Qur’an pada usia sepuluh tahun. Imam Syafi’I rahimahullah telah hapal
al-Qur’an pada usia tujuh tahun. Imam al-Bukhari mulai menghapal hadis ketika
duduk di bangku madrasah dan mengarang kitab at-Tarikh pada usia 18 tahun.
7.
Membuat
Perpustakaan Rumah, sekalipun sederhana.
Mempelajari ilmu tak akan lepas dari kitab ataupun buku-buku
sebagai media referensi yang senantiasa akan memenuhi kebutuhan ilmu.
Keberadaan perpustakaan rumah menjadi hal yang sangat penting untuk
mengkondisikan anak-anak senantiasa dekat dengan ilmu dan bersahabat dengan
kitab-kitab ilmu.
Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam Risalahnya, Sarana
Paling Efektif dalam Mendidik Generasi Muda dengan Pendidikan Islam yang Murni,
mengatakan,”Adalah sangat penting adanya pepustakaan di dalam rumah, sekalipun
sederhana. Koleksi bukunya dipilihkan dari buku-buku sejarah Islam, biografi
Salafus Shalih, buku-buku akhlak, hikmah, kisah perjalanan para ulama ke
berbagai negeri, kisah-kisah penaklukan berbagai negeri, dan semisalnya…”
8.
Mengajak
Anak Menghadiri Majelis-Majelis Kaum Dewasa.
Nabi saw pernah menceritakan bahwa beliau ketika masih kecil
juga turut meghadiri majelis-majelis kaum dewasa. Beliau mengatakan: “Aku biasa menghadiri pertemuan-pertemuan
para pemuka kaum bersama paman-pamanku…” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la
dengan sanad sahih dalam Musnad-nya [2/157] dan oleh Ahmad [1/190].
Dengan membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, akalnya
akan meningkat, jiwanya akan terdidik, semangat dan kecintaannya kepada ilmu
akan semakin kuat. Wallahu a’lam bi
ash-shawab []
0 komentar:
Posting Komentar