Kritik
Ibnu Taimiyah terhadap Sultan
Pada tahun 698 H, Sultan Gazan, penguasa ke empat dari
keturunan penguasa Tartar yang penganut agama Islam, mengerahkan pasukannya
dari wilayah Iran menuju kota Halab (di kawasan Syam). Setibanya di tempat
bernama Wadi Salmiyah, pasukannya bertemu dengan bala tentara Nashir ibnu
Gulawun. Ke dua pasukan besar itu terlibat pertempuran dahsyat. Pasukan Sultan
Gazan berhasil memukul mundur pasukan
Nashir ibn Gulawun hingga ia melarikan diri ke wilayah Mesir. Kota Damaskuspun
ditinggalkan oleh para penguasa sebelumnya.
Ibn Taimiyah yang tinggal di Damaskus, berinisiatif untuk
mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat yang bertahan di kota Damaskus. Pertemuan
menghasilkan kesepakatan untuk mengirimkan utusan menghadap Sultan Gazan. Ibn
Taimiyah ditunjuk menjadi pimpinan utusan tersebut.
Sesampainya di tempat Sultan Gazan, ibn Taimiyah langsung
berkata kepada Sultan, “Anda Bergama Islam dan mengaku bahwa dalam pemerintahan
Anda ada Qadhi (Hakim), para Imam, Syaikh, muazin, dan sebagainya. Akan tetapi,
mengapa Anda mnyerbu wilayah kami? Untuk apa? Sedangkan kakek dan ayah Anda
yang beragama Nasrani saja tidak pernah berkhianat. Bukankah sudah ada
perjanjian untuk tidak saling menyerang? Sayang, Anda mengkhianati dan
menginjak-injak perjanjian tersebut.”
Sultan Gazan kemudian mengajak rombongan itu makan bersama,
namun Ibn Taimiyah menolak ajakan tersebut, sehingga Sultan Gazan bertanya,
“Mengapa Anda tidak mau makan bersama kami?”
Ibn Taimiyah menjawab, “Haruskan saya memakan hasil rampasan?
Kambing yang Anda sembelih adalah kambing milik penduduk. Anda pun memasaknya
dengan potongan kayu yang berasal dari pepohonan milik penduduk.”
Mendengar penuturan Ibn Taimiyah, Sultan Gazanpun tertunduk
malu. Diam-diam, ia merasa terharu, dan muncul perasaan kagum pada dirinya,
sehingga ia bertanya kepada pengawalnya, “Siapa gerangan orang tua ini?
Sungguh, aku belum pernah melihat orang seberani dia. Aku tertarik kepadanya
dan belum pernah aku tunduk terhadap orang lain seperti ini.”
Ibn Taimiyah kemudian memperkenalkan dirinya kepada Gazan.
Gazan pun meminta Ibn Taimiyah mendoakannya. Imam Ibn Taimiyah lalu
menengadahkan tagannya seraya berdoa, “Ya Allah, jika hamba-Mu ini benar-benar
berperang untuk meninggikan kalimat-Mu dan dalam rangka menegakkan agama-Mu,
maka berikanlah pertolongan dan kemenangan baginya; berilah dia kekuasaan untuk
memimpin Negara dan umat ini. Akan tetapi, jika dia berperang hanya untuk
menambah kebesarannya, untuk memperoleh dunia, merendahkan Islam dan Umatnya,
maka binasakanlah dia dan hancurkan kekuasaannya”
Sultan Gazan yang mendengar doa Ibn Taimiyah dengan khusyuk
mengaminkannya dengan penuh harapan.
Adakah saat ini ulama-ulama kaum Muslim yang berani
melakukan koreksi dan kritikannya setajam Ibn Taimiyah
0 komentar:
Posting Komentar