Jumat, 07 Juni 2013

EKONOMI: ANTARA KONTRIBUSI NYATA & FATAMORGANA, PILIH MANA?


ANTARA   KONTRIBUSI   NYATA   DAN   FATAMORGANA,
PILIH   MANA ?

Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, mengakibatkan kondisi perekonomian Indonesia mengalami turbulensi baik pada skala makro maupun mikro, yang diikuti dengan melemahnya nilai tukar rupiah dan kemudian berkembang menjadi krisis multi dimensi. Dampak dari krisis tersebut dapat dilihat dari kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan diakibatkan dari menurunnya investasi, baik dalam negeri maupun luar negeri. Seperti halnya terlihat bahwa likuiditas bursa saham hanya bisa mencapai 6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2003 (Kompas, 14/12/2006), dan sebagaimana yang dipaparkan oleh Ketua Umum Kadin Indonesia MS. Hidayat dalam artikelnya yang berjudul “Iklim Usaha Harus Kondusif” menyatakan bahwa “tingkat investasi di tahun 2005 hanya 16% dari PDB bila dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis moneter terjadi yang berkisar lebih dari 30%. Namun meskipun demikian, kondisi tersebut berangsur-angsur mulai membaik dimana, data menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semula negatif pada awal tahun 2000 berangsur-angsur  mulai membaik dan melaju menuju tingkat diatas 5%. Di tahun 2006 menunjukkan bahwa kinerja perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang membaik yang disertai dengan stabilitas makro yang terjaga selain itu, beberapa indicator makro menunjukkan perkembangan yang positif seperti kondisi neraca pembayaran yag surplus, nilai tukar yang menguat, dan inflasi yang terus menurun. Hal tersebut juga didorong oleh sektor keungan yang relatif stabil yang ditunjukkan dengan meningkatnya pasar saham, pasar uang, dan pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang mengalami peningkatan sebesar 55,11% (28/12)) dibandingkan tahun sebelumnya.
Melihat kondisi stabilitas makro yang terjaga selama kisaran tahun 2006 Bank Indonesia (BI) optimis bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 2007 akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi, yang diprakirakan mencapai 5,7% - 6,3% atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi ditahun 2006. Namun, untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan dana segar untuk membiayai pelaksannaannya dan dana tersebut dapat diperoleh dari pemerintah, kredit perbankan, dana luar negeri, masyarakat serta pasar modal. Sehingga, kondisi pertumbuhan yang ditargetkan oleh BI akan dapat dicapai bila gairah berinvestasi dapat terus ditingkatkan, yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak kebangkitan perekonomian Indonesia di masa yang akan dating.
Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi kondisi perekonomian Indonesia namun pada faktanya, berdasarkan laporan Bank Dunia tercatat bahwa terdapat 110 juta penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan standar penghasilan di bawah US$2 perhari atau ± Rp 18 ribu perhari. Memang kondisi tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan selamaIni karena bagaimanapun meski pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 5% namun ternyata menurut laporan Bappenas setiap terjadi kenaikan 1%% hanya mampu membuka 48 ribu lapangan kerja.
Berdasarkan permasalahan di atas yang jadi pertanyaannya “Pertumbuhan ekonomi yang seperti apa yang mampu membawa perubahan bagi kondisi perekonomian yang tercermin dari meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat ?”.
Kalau kita lihat fakta yang ada, agar pertumbuhan ekonomi dapat terus ditingkatkan adalah dengan meningkatkan semangat berinvestasi di dalam pasar modal, yang berarti salah satu fokus pemerintah untuk memulihkan kondisi perekonomian pada sektor non-riil, karena sebesar apapun target yang ingin dicapai dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri, tetap tidak akan mampu menurunkan angka kemiskinan. Namun, bila kondisi tersebut ingin benar-benar dapat dicapai, focus pertumbuhan seharusnyadiarahkan pada sektor yang produktif (sektor riil), karena melalui sektor inilah yang mampu memberikan sumbangan terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Sementara, untuk sektor non-riil, aktivitasnya hanya berkisar pada permainan di bursa saham yang melibatkan sejumlah besar pemodal untuk berkontribusi di dalamnya dan keuntungan yang didapatkanpun besar namun, resiko yang nanti akan dihadapi sangatlah besar  karena kita bermain dalam dunia maya dan pergerakan harga asaham akan selalu berubah dari waktu ke waktu. Keuntungan dari aktivitas ini sangatlah menarik, namun hanya segelintir orang yang memiliki modal yang mampu bermain di dalamnya, sehingga distribusi kekayaan hanya mengalir di tangan para pemilik modal. Bila ingin kekayaan tersebut mengalir ke tangan masyarakat adalah melalui mekanisme bekerja, sehingga dengan bekerja masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan dengan bekerja pula menjadi salah satu sarana untuk mengurangi kemiskinan. Namun, bagaimana pekerjaan tersebut dapat diperoleh sementara lapangan kerja sulit untuk didapatkan?.
Lapangan kerja baru dapat diciptakan bila kinerja pada sektor riil terkait dengan industry, pertanian, dan perdagangan mampu ditingkatkan dan mampu memberikan sumbangan terbesar bagi pertumbuhan ekonomi. Namun bagaimanapun juga era globalisasi merupakan era dimana persaingan akan terus meningkat dan disana dituntut industry-industri atau perusahaan local untuk mampu beersaing didalamnya, hanya saja daya saing akan mampu diperoleh bila perusahaan memiliiki competitive advantage. Untuk mencapai kondisi tersebut perlu adanya dukungan dari performance yang handal baik dari segi Sumber Daya Manusia (SDM), keuangan, pemasaran, dan operasionalnya. Namun pada faktanya sektor riil belum mampu tumbuh, hal ini didasari oleh belum terciptanya iklim usaha yang kondusif.
Iklim usaha yang kondusif diperlukan untuk dapat membantu sektor ini untuk tumbuh dan berkembang. Namun bagaimanapun juga, sebagaimana yang pernah dilakukan pemerintah dalam hal pembangunan infrastruktur ternyata bergerak lamban. Hal ini diakibatkan, anggaran APBN bersifat ekspansif karena hanya sekitar Rp138,7 triliun atau 4,4% dari PDB untuk biaya pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur, itupun hanya sebagian kecil dari anggaran tersebut, dan di tahun 2007 anggaran tersebut semakin berkurang yaitu sekitar 3,2% dari PDB.
Keterbatasan peran pemerintah dalam hal pembiayaan, mengakibatkan perlu adanya bantuan dari sektor swasta untuk mengatasi masalah tersebut. Dimana, penciptaan iklim investasi yang baik akan memberikan nilai lebih di mata dunia internasional, dan hal ini merupakan salah satu upaya untuk menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia ke dalam perusahaan manufaktur khususnya.
Hanya sajasesuatu yang ditanam di atas tempat yang salah tentunya hasilnyapun juga akan salah. Dimana, dengan dibuka lebarnya iklim berinvestasi bagi swasta akhirnya membuat beberapa perusahaan milik Negara akan di swastanisasikan, meskipun pemerintah masih memiliki asset didalamnya hanya saja bila asset yang dimiliki pihak swasta lebih besar dibanding asset pemerintah, mengakibatkan segala kebijakan yang ada meskipun keputusan dalam penentuan kebijakan diserahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), tetap keputusan sepenuhnya berada di tangan penanam modal  terbesar. Seperti halnya telah kita ketahui karakter dari perusahaan milik Negara bersifat monopolistic sehingga ketika perusahaan itu ditangani oleh swasta yang mengarah pada profit oriented mengakibatkan segala keputusan yang diambil mengarah pada keuntungan yang dapat diperoleh mereka.
Begitupula ketika pemerintah berhasil menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya, yang mengakibatkan sejumlah asset terbesar milik Negara jatuh ke tangan investor asing. Seperti halnya PT. Freeport dengan asset terbesar dimiliki oleh Freeport itu sendiri (81,28%), kemudian Indocopper Investama (9,4%), dan pemerintah Republik Indonesia (9,4%). Papua memiliki cadangan emas terbesar kedua dunia dimana dengan berinvestasi di sana Freeport memperoleh total pendapatan US$ 2,3 miliar (2004), US$ 4,2 miliar (2005), sementara pemerintah RI memperoleh setoran pendapatan US$ 308 juta (2004) dan US$ 1,6 miliar (2005), dan bagaimana dengan kondisi Papua itu sendiri ? Berdasarkan data yang diperoleh sekitar 50% penduduknya berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini hanya salah satu dari beberapa asset terbesar Negara yang pengelolaannya diserahkan kepada investor asing. Sehingga, apa langkah yang harus segera dilakukan agar kondisi yang tengah melanda Negara kita dapat kita atasi ?
Sebenarnay jauh sebelum para ekonom merumuskan solusi atas berbagai masalah yang tengah melanda dunia, Islam telah menawarkan dan merealisasikan konsep sistem pemeliharaan dan pengaturan urusan rakyat, cara penanganan kemiskinan, perwujudan kesejahteraan hidup, dan lain sebagainya.
Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan meraih sebanyak-banyaknya harta, mengusahakannya sebanyak yang ia mampu, mengembangkan dan memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar aturan-aturan Allah SWT. Begitu pula sektor swasta terus didorong untuk berkembang semaksimal mungkin, karena ekonomi Islam bertujuan untuk menumbuh kembangkan taraf perekonomian pada sektor riil. Sehingga dengan tidak adanya dorongan untuk meraih sebanyak-banyaknya harta dan mengusahakannya, mengakibatkan manusia akan terdorong untuk berupaya seoptimal mungkin untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dengan harga murah agar unggul dalam era persaingan bebas, selain itu juga akan mendorong dan memunculkan kreatifitas manusia dengan optimal. Namun terlepas dari itu, diperlukan adanya pengembangan SDM yang unggul, dimana Islam sangat memperhatikan hal ini, banyak sarana serta prasarana yang disediakan agar generasi unggul dan berkualitas dapat terus ditingkatkan. Bahkan Islam menghargai setiap orang yang bekerja keras dan menganggapnya sebagai ibadah, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW yang rela mencium tangan Saad bin Muadz meski tangannya sangat kasar hanya karena dia seorang pekerja keras, seraya berkata “dua tangan yang dicintai Allah SWT”.
Namun, Islam melarang individu untuk mengumpulkan dan menimbun harta kekayaannya di luar kebutuhannya atau tanpa keperluan apapun, karena penimbunan harta akan menghambat perumbuhan ekonomi dan akan menghambat distribusi kekayaan ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, Islam mendorong agar individu yang memiliki kekayaan yang berlebih untuk tetap mengembangkan kekayaan tersebut sehingga hal ini juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi pihak lain yang membutuhkan.
Harta yang dimiliki oleh seorang muslim tidak boleh dikembangkan dan dimanfaatkan dengan cara yang bertentangan dengan aturan-aturan Allah SWT. Islam telah melarang aktivitas judi, riba, penipuan, serta investasi di sektor non-riil  karena aktivitas ini akan menurunkan produktivitas manusia. Begitu pula dengan tanah yang dimiliki oleh individu, harus difungsikan secara optimal. Namun, bila tanah tersebut telah ditelantarkan lebih dari tiga tahun oleh pemiliknya, akan disita oleh Negara dan diberikan kepada orang yang mau menggarapnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sebelumnya tanah itu milik Allah dan Rasul-Nya, kemudian setelah itu milik kalian. Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka ia menjadi miliknya. Dan tidak ada hak bagiyang memagari setelah (menelantarkan tanahnya) selama tiga tahun” (HR. Baihaqi). Sehingga, dengan optimalisasi fungsi tanah akan mendorong kegiatan ekonomi terutama sektor pertanian yang sekaligus berpengaruh kepada sektor-sektor ekonomi lainnya.
Islam mendorong individu untuk berinfak kepada orang lain, karena pada hakekatnya tidak semua orang memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama. Oleh karena itu, setelah semua kebutuhan hidup terpenuhi ia wajib menolong orang-orang yang membutuhkan, termasuk kewajiban lainnya seperti zakat bagi yang mampu kepada pihak yang berhak menerimanya (Mustahik). Selain itu, harta yang dimilki Negara seperti tanah, barang, dan uang akan dibagikan sebagai modal usaha bagi pihak yang membutuhkan, dan sarana serta prasarana yang mengasai hajat hidup orang banyak akan dikelola Negara dan di distribusikan di tengah-tengah masyarakat dengan cuma-cuma atau dengan harga murah. Kemudian, harta waris juga harus dibagikan kepada ahli warisnya. Sehingga, dengan demikian harta akan beredar tidak hanya dikalangan orang-orang kaya saja, tetapi juga dikalangan orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Sebagaimana Islam menyatakan “Kayla yakuna duulatan bayna al-aghniya minkum” (agar harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya diantara kalian saja).
Subhanallah, suatu konsep yang sangat sempurna dan kosep ini pernah diterapkan pada masa Rasulullah dan Khalifah-Khalifah terdahulu. Namun, bila konsep ini diterapkan oleh Negara kita, hasilnyapun akan tetap sama, karena Islam hanya diterapkan secara parsial dan berfungsi minimalist state, dalam arti hanya di terapkan oleh Indonesia, Malaysia, dan beberapa Negara muslim lainnya. Sehingga, perlu adanya suatu institusi yang berdaulat yang dapat mempersatukan seluruh kaum muslimin di dunia dalam satu pemerintahan Islam. Karena Islam dapat berfungsi sangat sentral sebagai ri’ayatu suuni al-ummah (pengatur kehidupan umat), dimana Islam tidak hanya berfungsi minimal (minimalist state). Begitu pula dengan adanya aturan, peran dan fungsi Negara dapat mengontrol pelaksanaan system ekonomi Islam dengan baik dan kesejahteraanpun akan tercipta. Sekarang, pilih yang mana ?. Wallahu’alam (*)
*Azizah K
Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI)
Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat
                                                                                                                                                Banjarmasin 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed using TrixTG