SAHABAT
Setiap insan takkan pernah dapat hidup sendiri, meskipun ia
orang kuat, cerdas, berkuasa, ataupun ia sekaliber generasi sahabat. Begitupun
Rasulullah SAW semasa hidupnya hingga akhir hayatnya aka nada teman-teman setia
yang selalu bersedia menemaninyadalam senang maupun susah. Hal ini dapat
dilihat saat terjadi Perang Uhud, sebagaimana yang diceritakan oleh Anas ra, ia
berkata :
“Ketika Perang Uhud kaum muslimin
berlarian meninggalkan Nabi SAW. Abu Thalhah sedang berada di depan Nabi SAW,
melindungi beliau dengan perisainya. Pada saat itu ia mampu menangkis dua atau
tiga busur panah. Kemudian ada seorang lelaki yang lewat. Ia membawa setumpuk tombak
kemudian berkata, “Aku akan menebarkannya untuk Abu Thalhah”. Kemudian Nabi SAW
beralih ke pinggirmelihat orang-orang. Maka Abu Thalhah berkata, “Ya
Nabiyullah, demi bapak dan ibuku, Engkau jangan minggir, nanti panah
orang-orang akan mengenaimu. Biarkan aku yang berkorban jangan Engkau…”. (HR.
Mutafaq Alaih)
Dalam riwayat lain Qais berkata :
“Aku melihat tangan Abu Thalhah
menjadi lumpuh, karena dengan tanganya itulah ia telah menjaga Nabi SAW, pada
saat Perang Uhud.” (HR. al-Bukhari).
Begitupun dengan manisnya
persahabatan yang dilakukan oleh Abu Bakar ra kepada Rasulullah SAW,
sebagaimana yang dikatakan Muhammad bin Sirin :
“…Sungguh Rasulullah telah pergi ke gua Tsur
disertai Abu Bakar. Abu Bakar terkadang berjalan di depan Beliau dan terkadang
berjalan di belakang Beliau. Hingaa hal itu membuat Rasulullah penasaran,
Beliaupun berkata, “Wahai Abu Bakar! Kenapa Engkau terkadang berjalan di
depanku dan terkadang di belakangku?” Abu Bakar berkata, “Jika aku ingat
orang-orang yang mengejarmu, maka aku berjalan di belakangmu, dan jika aku
ingat orang-orang yang mengintaimu, maka aku berjalan di depanmu.” Wahai Abu
Bakar, jika terjadi sesuatu, apakah engkau suka hal itu menimpamu dan tidak
menimpaku? Abu Bakar menjawab, “Benar, demi Allah yang telah mengutusmu dengan
hak, jika ada suatu perkara yang menyakitkan, maka aku lebih suka hal itu
menimpaku dan tidak menimpamu.” Ketika keduanya telah sampai di Gua Tsur, Abu
Bakar berkata, “Tunggu sebentar di tempatmu wahai Rasulullah, hingga aku
membersihkan gua untukmu.” Kemudian Abu Bakarpun masuk gua dan ia membersihkan
(dai segala halyang akan mengganggu). Ketika ia ada di atas gua, ia ingat belum
membersihkan sebuah lubang, kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah tetap di
ttempatmu! Aku akan membersihkan sebuah lubang.” Maka iapun masuk gua dan
membersihkan lubang itu. Kemudian berkata, “Silahkan turun wahai Rasulullah
SAW,” maka Rasulpun turun. Umar berkata, “Demi Allah, sungguh malam itu lebih
utama dari pada keluarga Umar.” (HR. al-Hakim dari al-Mustadrak).
Cerita di atas menunjukkan betapa
penting dan berartinya seorang sahabat. Bahwa sahabat, akan selalu ada saat
kamu membutuhkannya. Sahabat, akan selalu mengerti perasaanmu hingga ia bisa
merasakan kepedihanmu dan akan berusaha untuk menghiburmu. Sahabat, akan selalu
menggoreskan warna di atas kanvas sahabatnya hingga setiap warna yang ia
lukiskan menggambarkan tiap bait kebaikan, kesalahan dan kelalaianmu. Karena ia
akan selalu mengingatkanmu saat kau lupa, menegurmu ketika kau salah dan menuntunmu
ketika kau tersesat. Hingga, warnanya kan membaur dalam kanvas hidupmu.
Seorang sahabat tidak akan pernah
sekalipun menghinamu, karena ia akan selalu menghargai setiap kelebihan dan
kekuranganmu. Hingga ia tidak akan keberatan menyediakan bahunya sebagai
tempatmu menangis, dan ia adalah orang pertama yang akan mensupportmu, serta
memberikan selamat atas kesuksesanmu, tanpa berharap imbalan sedikitpun.
Seorang sahabat adalah orang yang
akan merasa lebih bahagia atas kebahagiaanmu, dan ialah orang yang akan merasa
paling sakit saat kamu menderita. Hingga, tanpa diminta ia akan rela
mengulurkan kedua tangannya saat kamu terpuruk dalam lubang derita, dan ia akan
rela berbagi suka duka dengan sahabatnya, meski dengan begitu ia harus
berkorban untuk kebahagiaan sahabatnya.
Jika kamu belum menemukannya maka,
carilah ia! Karena sahabat, bukan hanya dikenali lewat namanya, alamat, nomor
telpon ataupun hobinya. Sahabat, juga bukanlah orang yang slalu kita temui dan
bertegur sapa dengan kita. Sahabat bukan pula orang yang akan berpaling darimu
saat semua orang meninggalkanmu, karena sahabat akan selalu ada dan percaya
padamu.
Carilah ia karena kamu
membutuhkannya. Namun, jika kamu belum menemukannya. Cobalah jujur dengan
dirimu sendiri, sudahkah kamu menjadi sahabat terbaik untuk orang-orang yang
ada di sekelilingmu. Karena sahabat bukanlah orang yang selalu meminta, tapi ia
akan selalu berbagi dengan sahabatnya, dan berlomba-lomba berbuat yang terbaik
untuk sahabatnya. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda :
“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah,
adalah mereka yang paling baik terhadap sahabatnya…” (HR. Ibnu Huzaimah dan
Ibnu Hibban)
Namun, jika kamu telah melakukannya dan
memberikan yang terbaik untuknya. Itu artinya, ia hanyalah teman biasa. Teman
biasa ang hanya mengenalmu, sering bertemu denganmu, bercanda dan ngobrol
denganmu. Namun, ia tidak perduli dengan resahmu, dan sedihmu. Ia hanya ada
untukmu saat ia membutuhkanmu, dan ia hanya perduli tentang dirinya bukan
tentang kita. Jikalau demikian, tetaplah menjadi teman terbaiknya. Tetaplah
menegurnya saat ia lupa, mengingatkannya saat ia salah, dan doakan ia agar
selalu berada dalam jalan dan lindungan-Nya.
Jika kamu telah menemukannya. Maka,
cintailah ia! Kamu mencintainya bukan karena kamu telah jatuh cinta padanya.
Tapi, karena dalam setiap detak jantung dan hembusan napasmu akan terukir
namanya, dalam setiap mimpi dan ingatanmu akan terlukis wajahnya, dan dalam
setiap bait kehidupanmu kamu akan selalu merindukannya. Karena ia adalah
‘mutiara’ yang berada di dasar samudra, hingga saat ia terlepas dalam
genggammu, kamu akan merasa seperti kehilangan separuh jiwamu. Karena ia
‘sangatlah berharga’.
Sekalipun jalan kehidupan yang
dilalui penuh duri. Semuanya seakan tiada arti saat kamu menemukan sahabat
sejati. Sahabat-sahabat itulah yang akan selalu mewarnai kehidupanmu dan
merekalah yang akan selalu menggoreskan warna di atas kanvas sahabatnya, hingga
warna itu akan menjadi warna-warni terindah dalam hidupmu seperti indahnya
pelangi di hatiku.
“Tidaklah dua orang saling mencintai
karena Allah selamanya, kecuali yang paling utama dari keduanya adalah yang
paling besar kecintaannya kepada sahabatnya.”
(HR. Ibnu Abdil Bar di dalam
at-Tamhid, al-Hakim di dalam al-Mustadrak, dan Ibnu Hibban di dalam Shahihnya).
0 komentar:
Posting Komentar