Kamis, 06 Juni 2013

PERANG SALIB 1


Tarikh

PERANG   SALIB   DAN   PEMBEBASAN   BAITUL   MAQDIS
(583 H/1187 M)
Bagian Pertama

Tragedi, Kebuasan dan Kelicikan.
                Pada penghujung abad 5 H/11 M, terjadilah peristiwa besar dan kolosal tetapi momen yang sangat menyedihkan bagi kaum Muslimin. Peristiwa itu adalah Perang Salib. Peperangan ini berlngsung berlarut-larut hingga memakan waktu lebih kurang 200 tahun, dengan beberapa gelombang serangannya. Perang ini adalah peperangan antara pihak Muslim dengan kaum Salibi (Kristen Eropa). Dengan semboyan “Begitulah kehendak Tuhan”, kaum Kristen Eropa menyerbu wilayah Timur, negeri-negeri tempat kaum muslimin berada. Tujuannya untuk merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum muslim dan mendirikan kerajaan (kekuasaan) Kristiani di wilayah Asia-Afrika. Dengan segala keganasan dan ketamakannya, kaum Kristen Eropa melampiaskan dendam, memuaskan nafsu serakahnya serta mencari keuntungan duniawi dengan kedok agama.
                Tetapi dengan pertolongan Allah Swt, mereka tidak berhasil memuaskan ambisinya untuk menguasai negeri-negeri kaum Muslim, walaupun perang tersebut memakan waktu lama dibandingkan dengan seluruh peperangan yang pernah terjadi di atas bumi ini. Mereka hanya berhasil menduduki beberapa negeri –negeri Islam, seperti Baitul Maqdis, Tripoli-Syam, Odessa, dan kawasan Antiokia. Negeri-negeri itu mereka jadikan kerajaan-kerajaan kecil yang menginduk ke Eropa (ke Kepausan). Akan tetapi, negeri-negeri ini tidak lama bertahan di tangan kaum Kristen. Kerajaan (ar-Raha) Odessa terlepas dari tangan mereka setelah 52 tahun dikuasai kaum Kristen, 78 tahun kemudian Baitul Maqdis menyusul terlepas. Kedudukan kerajaan-kerajaan kecil ini terus mengalami kesulitan setelah Shalahuddin al-Ayyubi bertekad membebaskan seluruh negeri-negeri Islam yang telah dikuasai oleh kaum Kristen.
                Kami ingin mengingatkan kembali kepada seluruh kaum Muslim tentang peristiwa tersebut, sekalligus menguak ingatan kita, menyingkap tabir lembaran sejarah tentang pembebasan Baitul Maqdis yang pernah dilakukan oleh Pahlawan Islam yang gagah berani, Shalahuddin al-Ayyubi beserta bala tentaranya, pada tanggal 27 Rajab tahun 563 H/2 Oktober 1187 M. Hal ini tidak lain untuk mengingatkan kepada kaum Muslimin di seluruh dunia, bahwa tanah suci Baitul Maqdis merupakan salah satu wilayah yang menjadi tempat peristiwa Isra Mi’raj, yang di atasnya tegak Masjidil Aqsa, kiblat kaum Muslimin pertama. Sekarang tanah suci itu telah direbut dan dinodai oleh kaum Yahudi (Israel) yang memperoleh dukungan penuh dan negeri-negeri Kristen-Eropa, Amerika, Rusia, berikut sekutu-sekutunya demi mempertahankan eksistensi Yahudi (Zionis Israel).
                Mengungkap kembali peristiwa tersebut tujuannya tidak lain agar kita dapat mengambil pelajaran, yang dirumuskan dalam wujud penentuan sikap, dan memikirkan langkah apa yang harus dilakukan untuk membebaskan Baitul Maqdis [Tanah Palestina], seraya mengembalikan kedaulatannya ke pangkuan umat Islam dari tangan musuh-musuh Islam yang paling keji, yaitu bangsa Yahudi. Kaum inilah yang telah menguasai Tanah Suci tersebut. Mereka telah menaklukkannya tanpa memeras keringat. Mereka telah merebutnya tanpa mengeluarkan letusan mesiu ataupun peperangan. Mereka telah menjarah tanah itu melalui pengkhianatan Raja Hussein dari Yordania dan berkomplot dengan penguasa negeri-negeri Arab lainnya untuk mempertahankan eksistensi Israel disana. Hussein dan sekutu-sekutunya telah menyerahkan Baitul Maqdis ke tangan Israel pada tahun 1967, yakni pada momentum yang terkenal dengan “Perang Enam Hari”.
                Kita tidak ingin membahas secara detail bagaimana peristiwa itu dapat terjadi. Yang ingin kita paparkan adalah bagaimana bangsa-bangsa Eropa, melalui tentara Salibnya berhasil menguasai Baitul Maqdis pada masa lalu, serta bagaimana Shalahuddin al-Ayubi berhasil merebut kembali, membebaskan Tanah Suci tersebut.

Beberapa Penyebab Perang Salib.
                Peristiwa ini disebut Perang Salib karena yang mendahului perang adalah bangsa-bangsa Salib (gabungan berbagai negeri di Eropa yaitu Perancis, Jerman, Inggeris dan Negara Bizantium) yang menyerbu Baitul Maqdis, dan –dengan beberapa kerajaan Kristen- berusaha merebut daerah Timur (Mesir, Siria, Palestina). Disamping itu, karena prajurit Kristen mengenakan kalung bergantung salib, dan pakaian mereka berterakan salib.
                Ada penyebab utama yang mendorong terjadinya perang Salib :
1.       Ajakan dan seruan Kaisar Alexius Comenent dari Konstatinopel kepada Paus (Paus Urbanus II), dan para Raja di Eropa agar segera menyerang negeri-negeri Islam secara serentak terhadap kekuasaan Turki Saljuk, yang mengancam kekuasaan kerajaan Bizantium di Konstantinopel.
2.       Permintaan Peter Amiens, seorang pendeta bangsa Perancis, kepada Paus di Roma agar mau membantu orang-orang Kristen yang berziarah ke Baitul Maqdis. Ketika itu Daulah Islam (Turki Saljuk) mengambil Cukai bagi setiap orang Kristen yang melewati kawasan tersebut; suatu hal yang tidak pernah dilakukan oleh pemerintahan Khilafah pada masa-masa sebelumnya.

Dua dorongan tersebut di atasMenyebabkan Paus, ketika itu dijabat oleh Paus Urbanus II, memerintahkan Peter Amiens untuk menghasut dan mengobarkan perang kepada rakyat Eropa untuk memerangi kaum Muslim. Usaha-usaha agitasi Peter Amiens berhasil. Kemudian pimpinan Katholik itu mencari masa di kalangan masyarakat  Nasrani Eropa, dengan cara mengundang mereka dalam sebuah sidang gereja agar mengutus pasukan tentara salib ke Timur Tengah guna merebut Baitul Maqdis.
                Semula ajakan pertama dalam sebuah sidang gereja I  di Plaisance (Italia Utara) itu tidak mendapat tanggapan yang menggembirakan. Namun setelah siding Gereja II yang diadakan di Clermont (Perancis, 1095), yaitu setelah pimpinan gereja itu (Paus Urbans II) menjanjikan bahwa mereka akan diberi hak untuk mendirikan pemerintahan, disetiap daerah yang berhasil di rebut, barulah ajakan tersebut mendapat tanggapan, terutama dari kalangan bangsawan Eropa yang terkenal tamak. Pada siding ke dua ini, Paus Urbanus II mengambil kesempatan untuk mengucapkan pidato yang berapi-api, membangkitkan semangat perang untuk melawan kaum Muslim. Pidato tersebut diucapkan dihadapan para tokoh, pemuka Kristiani, dan para Raja Eropa, serta dihadapan pendeta yang berjumlah 225 orang (tahun 1095 M).
                Ada beberapa butir isi pidato Paus Urbanus II yang penting kita ketahui antara lain :
1.       Semua dosa pahlawan salib akan di ampuni.
2.       Semua harta dan keluarga pasukan salib yang ditinggalkan demi menunaikan Perang Suci tersebut akan dilindungi oleh Gereja.
3.       Mati dalam perang salib adalah mati suci dan dijamin masuk surga.
4.       Budak yang mau berperang seketika akan merdeka.
5.       Merebut Baitul Maqdis adalah Perang Suci.
6.       Para Raja dan bangsawan serta segenap keluarganya tidak boleh membiarkan Baitul maqdis berada di tangan kaum muslim karena tanah tersebut adalah Tanah Suci mereka.

Pidato yang diucapkan Paus Urbanus II disertai dengan janji-janjinya sangat menarik perhatian seluruh lapisan kaum Kristen, sehingga secara spontan, orang berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk turut berperang; mulai dari Biarawan-Biarawati hingga para perampok,. Mereka semua serentak menceburkan diri dalam kancah perang tersebut.

Peperangan demi Peperangan, Kebiadaban demi Kebiadaban.
1.       Api Perang Salib (tahun 1096 M).
Pidato Paus Urbanus II di Clermont (Perancis) berhasil membakar dada sebagian besar orang-orang Kristen. Pada pidato itu, ia telah mencanangkan pengirimana pasukan tentara salib pionir pada tanggal 15 Agustus 1096 M. Pada awalnya terkumpul 300 ribu orang calon tentara yang siap diterjunkan ke arena pertempuran. Kebanyakan dari mereka rakyat jelata dan para perampok. Peter Amiens memimpin kalangan awam (kebanyakan dari orang-orang miskin yang oleh pidato Paus Urbanus II dijanjikan akan mendapat harta kekayaan), selebihnya dipimpin oleh beberapa orang bangsawan (raja) Eropa. Pasukan pionir ini terkenal brutal dan sadis, karena banyak diantara mereka yang profesinya adalah pembegal, perampok, atau pencuri. Karena itu mereka cenderung tidak patuh kepada pimpinannya. Tentara salib juga membawa isteri dan anak-anak, karena merasa yakin bahwa mereka akan mendapatkan kemenangan dan kekayaan, serta bermaksud bercocok tanam di Kota Suci Baitul Maqdis. Ironisnya, mereka sama sekali buta tentang letak kota Baitul Maqdis, dimana dan berapa jauh serta lamanya kota tersebut harus ditempuh. Mereka berangkat untuk berperang karena terdorong hanya oleh agitasi dan janji Peter Amiens.
Tentara Salib berangkat  menyusuri Eropa Barat, melalui Polandia, Bizantium, sampai di kawasan Nikia. Sesampainya mereka di Byzantium, kaisar Alexius Comenent merasa cemas kalau-kalau mereka akan mengganggu keamanan kerajaan, karena sikap brutal pasukan pionirnya itu. Karena rasa was-wasnya itu, ia memerintahkan agar pasukan dialihkan dan diseberangkan ke sebelah Timur selat Bosphorus (di Asia Kecil). Disini, mereka telah disambut oleh pasukan Turki saljuk yang kuat. Selain termotivasi oleh kewajiban untuk mempertahankan daerahnya, mereka juga lebih mengenal medan tempur. Tidak heran jika pasukan muslim dengan mudah berhasil menyapu bersih pasukan salib ini.
Kekalahan ini menyebabkan mereka berfikir, bahwa untuk menghadapi pasukan Muslim tidak cukup dengan tentara yang sama sekali awam dalam berperang, yang hanya mengandalkan semangat. Kemudian disusunlah pasukan perag salib yang pertama.

2.       Perang Salib I (1097 – 1099 M).
Kekalahan pertama tentara pionir salib itu memberikan pelajaran bagi kaum Kristen Eropa dan menyadarkan mereka agar menyusun Pasukan Perang Salib I.
Sesudah pidatonya yang berapi-api di Clermont pada 26 Nopember 1095 M. Paus Urbanus melepas 150.000 tentara yang bersenjata lengkap (pada 1097 M) untuk berangkat ke Asia merebut Palestina, yang terdiri dari bangsa Perancis dan Normandia. Tentara Eropa ini diperkuat sepanjang jalan, sampai berkumpul di Konstantinopel. Didalammnya ergabung pedagang-pedagang Itali yang berasal dari daerah Pisa, Venice, dan Genoa. Bukan hanya para pedagang saja. Ikut pula kaum petualang yang bermoral bejat.
Pasukan salib terus terkumpul mencapai 1.300.000 orang. Sebanya itulah Pasukan Salib I diberangkatkan, dengan beberapa gelombang dalam waktu bersamaan dari berbagai arah yang berbeda. Gelombang I diberangkatkan dari Perancis Selatan di bawah piminan Duke Raymound, Pasukan Gelombang II dari daerah Perancis Utara dipimpin oleh Robert II dan Robert Courte Heuse. Gelombang III dari bagian Perancis lainnya dipimpin oleh Godfrey. Sedangkan gelombang IV diberangkatkan dari luar Perancis, yaitu dari Italia Selatan, dipimin oleh Bohemond dan Trancrede.
Mendengar pasukan Salib yang datang bergelombang dari Eropa Tengah menuju Byzantium, Kaisar Alexius merasa khawatir kalau-kalau pasukan itu akan menyerbu Byzantium sebelum berperang dengan kaum Muslim. Oleh karena itu, ia melakukan perundingan dengan pimpinan-pimpinan pasukan salib. Diambillah kesepakatan bahwa tentara salib harus menyerahkan daerah-daerah yang berhasil direbuutnya dari tangan kaum Muslim. Sebagai imbalannya, tentara salib akan dibantu diseberangkan ke Asia Kecil (menyeberangi Selat Bosphorus). Perjanjian ini sangat berat sebelah. Pasukan Salib yang keanyaka dipimpin oleh kaum Bangsawan Eropa merasa dirugikan. Namun dalam catatan sejarah, perjanjian ini hanya bernilai di atas kertas saja. Sebab, setelah beberapa daerah berhasil direbut, isi perjanjian tidak lagi digubris. Sebab, perjanjian tersebut hanya ditaati ketika tentara salib berhasil mengasai Nicee dan ar-Raha (Turki), dengan meninggalkan kebrutalan (tahun 1097 M).
Setelah menaklukan kota Nicee dan ar-Raha, tentara salib terus melaju ke kawasan Antiokia. Sebelum mereka menaklukkan daerah ini, setiap langkah mereka harus melalui mayat-mayat syuhada kaum Muslim, dengan terlebih dahulu mengepung benteng-benteng Antiokia selama berbulan-bulan. Barulah setelah terjadi pengkhianatan oleh penjaga benteng yang berhasil di suap oleh pimpinan tentara salib (Bohemond), Antiokia jatuh ke tangan Byzantium. Alexius tidak lagi ditaati ketika tentara salib berhasil meguasai Antiokia dan kota-kota lainnya. Bagaimana kekejaman yang dilakukan tentara salib? Seorang orientalis, Gustave le Bone, menceritakan hal itu dalam bukunya ‘Hadlaratul Arab’ sebagai berikut :
“Ketika tentara Salib berhasil mengalahkan tentara Turki Muslim, mereka memenggal semua kepala tentara Turki yang terluka dalam medan tempur. Kemudian bangkainya diikat pada pelana kudanya, selanjutnya diseret ke tempat pembuagan bangkai di seputar kota (Antiokia) itu”.  
Tentara Salib terus melaju kea rah Yerusalem. Bulan Mei tahun 1099 M, mereka memasuki kota suci itu. Ketika itu Yerusalem berada di bawah pengawasan kekuasaan Fathimiyah d Mesir. Tentara salib muncul secara tiba-tiba sehingga mengejutkan kaum Muslim yang ada di sana. Tentara Salib yang berada di bawah pimpinan Godfrey langsung mengepung kota Suci itu dan berhasil mengisolasi kaum Muslim dengan dunia luar. Dengan demikian, kaum Muslim kewalahan karena tidak memperoleh bantuan dari manapun. Tidak lama kemudian, akhirnya kota inipun jatuh ke tangan tentara Salib. Sebelum kota ini diserahkan, kaum muslim meminta syarat agar mereka tidak diganggu, dan keamanannya dijamin. Walaupun syarat itu disanggupi, namun dalam kenyataannya pasukan Salib melanggarnya melalui pengkhianatan yang sangat brutal dan kejam.
Begitu memasuki kota Suci ini (7 Juni 1099 M/493 H), mereka masuk dengan segala kecongkakan dan keganasannya. Mereka merusak semua bangunan Islam, merampas harta benda kaum muslim hanya melampiaskan dendam secara biadab. Kelakuan ini sangat bertolak belakang dengan tindakan Khalifah Umar ibnu al-Khattab, ketika beliau memasuki Baitul Maqdis. Beliau masuk dan menghormati kaum Nasrani yang telah kalah. Namun tentara Salib justru membalas penghormatan tersebut dengan kedurjanaan. Dalam setiap penyerbuannya pasukan salib selalu bersikap ganas. Mereka tidak membedakan antara pasukan lawan dengan penduduk sipil. Bagi mereka sama saja antara tentara dengan kaum perempuan, orang tua maupun anak-anak. Seluruh lapisan masyarakat mereka bantai, tanpa kecuali. Itulah tindakan penyembelihan da pembantaian terbesar yang kebiadabannya tiada tara dalam sejarah. Kita dapat membayangkan bahwa di seluruh Kota Suci itu, banyak kepala, tangan, dan kaki manusia yang berserakan, serta anggota tubuh yang bergelimpangan di sepanjang jalan. Penjagalan itu berlanggsung sampai satu pecan. Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa jumlah kaum muslim yang dibunuh  lebih dari 70.000 orang. Pada saat yang sama, pasukan salib memperindah rumah-rumah suci mereka, sekaligus meruntuhkan bangunan-bangunan Islam. Setelah berhasil menaklukkan Palestina (Baitul Maqdis), Godfrey mengirimkan kabar kemenangannya. Ia menyampaikan bahwa kuda-kudanya harus mengarungi lautan darah orang-orang Timur (kaum Muslim) yang tingginya sampai ke lutut, di hadapan Haikal Sulaiman.
Keganasan tentara Salib tidak hanya di Palestina saja. Tahun 513 H, mereka menyerbu daerah al-Farma, Aleppo, dan Thabariyah. Di ke tiga kota ini mereka melakukan pengrusakan, pembakaran sekolah-sekolah dan mejid-mesjid, perampokan, menyembelih penduduknya, dan berbagai tindakan kejam lainnya. Hanya daerah-daerah pedalaman saja yang urung mereka serbu, seperti kawasan Halab dan Damaskus. Sebab daerah ini dijaga dengan gagah berani oleh Imaluddin Zanki, Gubernur dari Mosul.
Selama periode Perang Salib I, tentara salib berhasil mengukuhkan empat kerajaan kecil : Ar-Raha (Odessa) yang dikuasakan kepada Kaisar Bouddouin, Antiokia dikuasakan kepada Kaisar Bohemond, Tripoli-Syam (Libanon) diserahkan kepada Duke Raymond, dan Kerajaan Baitul Maqdis dikuasakan kepada Godfrey. Kelak semua kejadian yang pahit dan memilukan itu menyebabkan kaum Muslim bersatu di bawah pimpinan keluarga Zanki. Masa  sangat masyhur dengan pahlawan-pahlawan Islam seperti Imaduddin dan Nuruddin Zanki, Asaduddin dan Shalahuddin al-Ayubi. [Bersambung]

*Sumber: al-Wa’ie no. 05 Tahun I, 1-31 Januari 2001.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed using TrixTG