Tarikh
PERANG SALIB DAN PEMBEBASAN BAITUL
MAQDIS
(583 H/1187 M)
Bagian Pertama
Tragedi,
Kebuasan dan Kelicikan.
Pada
penghujung abad 5 H/11 M, terjadilah peristiwa besar dan kolosal tetapi momen yang sangat menyedihkan
bagi kaum Muslimin. Peristiwa itu adalah Perang Salib. Peperangan ini
berlngsung berlarut-larut hingga memakan waktu lebih kurang 200 tahun, dengan
beberapa gelombang serangannya. Perang ini adalah peperangan antara pihak
Muslim dengan kaum Salibi (Kristen Eropa). Dengan semboyan “Begitulah kehendak Tuhan”, kaum Kristen
Eropa menyerbu wilayah Timur, negeri-negeri tempat kaum muslimin berada.
Tujuannya untuk merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum muslim dan mendirikan
kerajaan (kekuasaan) Kristiani di wilayah Asia-Afrika. Dengan segala keganasan
dan ketamakannya, kaum Kristen Eropa melampiaskan dendam, memuaskan nafsu
serakahnya serta mencari keuntungan duniawi dengan kedok agama.
Tetapi
dengan pertolongan Allah Swt, mereka tidak berhasil memuaskan ambisinya untuk
menguasai negeri-negeri kaum Muslim, walaupun perang tersebut memakan waktu
lama dibandingkan dengan seluruh peperangan yang pernah terjadi di atas bumi
ini. Mereka hanya berhasil menduduki beberapa negeri –negeri Islam, seperti
Baitul Maqdis, Tripoli-Syam, Odessa, dan kawasan Antiokia. Negeri-negeri itu
mereka jadikan kerajaan-kerajaan kecil yang menginduk ke Eropa (ke Kepausan).
Akan tetapi, negeri-negeri ini tidak lama bertahan di tangan kaum Kristen.
Kerajaan (ar-Raha) Odessa terlepas dari tangan mereka setelah 52 tahun dikuasai
kaum Kristen, 78 tahun kemudian Baitul Maqdis menyusul terlepas. Kedudukan
kerajaan-kerajaan kecil ini terus mengalami kesulitan setelah Shalahuddin
al-Ayyubi bertekad membebaskan seluruh negeri-negeri Islam yang telah dikuasai
oleh kaum Kristen.
Kami
ingin mengingatkan kembali kepada seluruh kaum Muslim tentang peristiwa
tersebut, sekalligus menguak ingatan kita, menyingkap tabir lembaran sejarah
tentang pembebasan Baitul Maqdis yang pernah dilakukan oleh Pahlawan Islam yang
gagah berani, Shalahuddin al-Ayyubi beserta bala tentaranya, pada tanggal 27
Rajab tahun 563 H/2 Oktober 1187 M. Hal ini tidak lain untuk mengingatkan
kepada kaum Muslimin di seluruh dunia, bahwa tanah suci Baitul Maqdis merupakan
salah satu wilayah yang menjadi tempat peristiwa Isra Mi’raj, yang di atasnya
tegak Masjidil Aqsa, kiblat kaum Muslimin pertama. Sekarang tanah suci itu
telah direbut dan dinodai oleh kaum Yahudi (Israel) yang memperoleh dukungan
penuh dan negeri-negeri Kristen-Eropa, Amerika, Rusia, berikut sekutu-sekutunya
demi mempertahankan eksistensi Yahudi (Zionis Israel).
Mengungkap
kembali peristiwa tersebut tujuannya tidak lain agar kita dapat mengambil
pelajaran, yang dirumuskan dalam wujud penentuan sikap, dan memikirkan langkah
apa yang harus dilakukan untuk membebaskan Baitul Maqdis [Tanah Palestina],
seraya mengembalikan kedaulatannya ke pangkuan umat Islam dari tangan
musuh-musuh Islam yang paling keji, yaitu bangsa Yahudi. Kaum inilah yang telah
menguasai Tanah Suci tersebut. Mereka telah menaklukkannya tanpa memeras
keringat. Mereka telah merebutnya tanpa mengeluarkan letusan mesiu ataupun
peperangan. Mereka telah menjarah tanah itu melalui pengkhianatan Raja Hussein
dari Yordania dan berkomplot dengan penguasa negeri-negeri Arab lainnya untuk
mempertahankan eksistensi Israel disana. Hussein dan sekutu-sekutunya telah
menyerahkan Baitul Maqdis ke tangan Israel pada tahun 1967, yakni pada momentum
yang terkenal dengan “Perang Enam Hari”.
Kita
tidak ingin membahas secara detail bagaimana peristiwa itu dapat terjadi. Yang
ingin kita paparkan adalah bagaimana bangsa-bangsa Eropa, melalui tentara
Salibnya berhasil menguasai Baitul Maqdis pada masa lalu, serta bagaimana
Shalahuddin al-Ayubi berhasil merebut kembali, membebaskan Tanah Suci tersebut.
Beberapa
Penyebab Perang Salib.
Peristiwa
ini disebut Perang Salib karena yang mendahului perang adalah bangsa-bangsa
Salib (gabungan berbagai negeri di Eropa yaitu Perancis, Jerman, Inggeris dan
Negara Bizantium) yang menyerbu Baitul Maqdis, dan –dengan beberapa kerajaan Kristen-
berusaha merebut daerah Timur (Mesir, Siria, Palestina). Disamping itu, karena
prajurit Kristen mengenakan kalung bergantung salib, dan pakaian mereka
berterakan salib.
Ada
penyebab utama yang mendorong terjadinya perang Salib :
1. Ajakan
dan seruan Kaisar Alexius Comenent dari Konstatinopel kepada Paus (Paus Urbanus
II), dan para Raja di Eropa agar segera menyerang negeri-negeri Islam secara
serentak terhadap kekuasaan Turki Saljuk, yang mengancam kekuasaan kerajaan
Bizantium di Konstantinopel.
2. Permintaan
Peter Amiens, seorang pendeta bangsa Perancis, kepada Paus di Roma agar mau
membantu orang-orang Kristen yang berziarah ke Baitul Maqdis. Ketika itu Daulah
Islam (Turki Saljuk) mengambil Cukai bagi setiap orang Kristen yang melewati
kawasan tersebut; suatu hal yang tidak pernah dilakukan oleh pemerintahan
Khilafah pada masa-masa sebelumnya.
Dua dorongan tersebut di
atasMenyebabkan Paus, ketika itu dijabat oleh Paus Urbanus II, memerintahkan
Peter Amiens untuk menghasut dan mengobarkan perang kepada rakyat Eropa untuk
memerangi kaum Muslim. Usaha-usaha agitasi Peter Amiens berhasil. Kemudian
pimpinan Katholik itu mencari masa di kalangan masyarakat Nasrani Eropa, dengan cara mengundang mereka
dalam sebuah sidang gereja agar mengutus pasukan tentara salib ke Timur Tengah
guna merebut Baitul Maqdis.
Semula
ajakan pertama dalam sebuah sidang gereja I di Plaisance (Italia Utara) itu tidak mendapat
tanggapan yang menggembirakan. Namun setelah siding Gereja II yang diadakan di
Clermont (Perancis, 1095), yaitu setelah pimpinan gereja itu (Paus Urbans II)
menjanjikan bahwa mereka akan diberi hak untuk mendirikan pemerintahan,
disetiap daerah yang berhasil di rebut, barulah ajakan tersebut mendapat
tanggapan, terutama dari kalangan bangsawan Eropa yang terkenal tamak. Pada
siding ke dua ini, Paus Urbanus II mengambil kesempatan untuk mengucapkan
pidato yang berapi-api, membangkitkan semangat perang untuk melawan kaum
Muslim. Pidato tersebut diucapkan dihadapan para tokoh, pemuka Kristiani, dan
para Raja Eropa, serta dihadapan pendeta yang berjumlah 225 orang (tahun 1095
M).
Ada
beberapa butir isi pidato Paus Urbanus II yang penting kita ketahui antara lain
:
1. Semua
dosa pahlawan salib akan di ampuni.
2. Semua
harta dan keluarga pasukan salib yang ditinggalkan demi menunaikan Perang Suci
tersebut akan dilindungi oleh Gereja.
3. Mati
dalam perang salib adalah mati suci dan dijamin masuk surga.
4. Budak
yang mau berperang seketika akan merdeka.
5. Merebut
Baitul Maqdis adalah Perang Suci.
6. Para
Raja dan bangsawan serta segenap keluarganya tidak boleh membiarkan Baitul
maqdis berada di tangan kaum muslim karena tanah tersebut adalah Tanah Suci
mereka.
Pidato yang diucapkan Paus Urbanus
II disertai dengan janji-janjinya sangat menarik perhatian seluruh lapisan kaum
Kristen, sehingga secara spontan, orang berbondong-bondong mendaftarkan diri
untuk turut berperang; mulai dari Biarawan-Biarawati hingga para perampok,.
Mereka semua serentak menceburkan diri dalam kancah perang tersebut.
Peperangan
demi Peperangan, Kebiadaban demi Kebiadaban.
1. Api Perang Salib (tahun 1096 M).
Pidato Paus Urbanus II di Clermont
(Perancis) berhasil membakar dada sebagian besar orang-orang Kristen. Pada
pidato itu, ia telah mencanangkan pengirimana pasukan tentara salib pionir pada
tanggal 15 Agustus 1096 M. Pada awalnya terkumpul 300 ribu orang calon tentara
yang siap diterjunkan ke arena pertempuran. Kebanyakan dari mereka rakyat
jelata dan para perampok. Peter Amiens memimpin kalangan awam (kebanyakan dari
orang-orang miskin yang oleh pidato Paus Urbanus II dijanjikan akan mendapat
harta kekayaan), selebihnya dipimpin oleh beberapa orang bangsawan (raja)
Eropa. Pasukan pionir ini terkenal brutal dan sadis, karena banyak diantara
mereka yang profesinya adalah pembegal, perampok, atau pencuri. Karena itu
mereka cenderung tidak patuh kepada pimpinannya. Tentara salib juga membawa
isteri dan anak-anak, karena merasa yakin bahwa mereka akan mendapatkan
kemenangan dan kekayaan, serta bermaksud bercocok tanam di Kota Suci Baitul
Maqdis. Ironisnya, mereka sama sekali buta tentang letak kota Baitul Maqdis,
dimana dan berapa jauh serta lamanya kota tersebut harus ditempuh. Mereka
berangkat untuk berperang karena terdorong hanya oleh agitasi dan janji Peter
Amiens.
Tentara Salib berangkat menyusuri Eropa Barat, melalui Polandia,
Bizantium, sampai di kawasan Nikia. Sesampainya mereka di Byzantium, kaisar
Alexius Comenent merasa cemas kalau-kalau mereka akan mengganggu keamanan kerajaan,
karena sikap brutal pasukan pionirnya itu. Karena rasa was-wasnya itu, ia
memerintahkan agar pasukan dialihkan dan diseberangkan ke sebelah Timur selat
Bosphorus (di Asia Kecil). Disini, mereka telah disambut oleh pasukan Turki
saljuk yang kuat. Selain termotivasi oleh kewajiban untuk mempertahankan
daerahnya, mereka juga lebih mengenal medan tempur. Tidak heran jika pasukan
muslim dengan mudah berhasil menyapu bersih pasukan salib ini.
Kekalahan ini menyebabkan mereka
berfikir, bahwa untuk menghadapi pasukan Muslim tidak cukup dengan tentara yang
sama sekali awam dalam berperang, yang hanya mengandalkan semangat. Kemudian
disusunlah pasukan perag salib yang pertama.
2. Perang Salib I (1097 – 1099 M).
Kekalahan pertama tentara pionir
salib itu memberikan pelajaran bagi kaum Kristen Eropa dan menyadarkan mereka
agar menyusun Pasukan Perang Salib I.
Sesudah pidatonya yang berapi-api
di Clermont pada 26 Nopember 1095 M. Paus Urbanus melepas 150.000 tentara yang
bersenjata lengkap (pada 1097 M) untuk berangkat ke Asia merebut Palestina,
yang terdiri dari bangsa Perancis dan Normandia. Tentara Eropa ini diperkuat
sepanjang jalan, sampai berkumpul di Konstantinopel. Didalammnya ergabung
pedagang-pedagang Itali yang berasal dari daerah Pisa, Venice, dan Genoa. Bukan
hanya para pedagang saja. Ikut pula kaum petualang yang bermoral bejat.
Pasukan salib terus terkumpul
mencapai 1.300.000 orang. Sebanya itulah Pasukan Salib I diberangkatkan, dengan
beberapa gelombang dalam waktu bersamaan dari berbagai arah yang berbeda.
Gelombang I diberangkatkan dari Perancis Selatan di bawah piminan Duke
Raymound, Pasukan Gelombang II dari daerah Perancis Utara dipimpin oleh Robert
II dan Robert Courte Heuse. Gelombang III dari bagian Perancis lainnya dipimpin
oleh Godfrey. Sedangkan gelombang IV diberangkatkan dari luar Perancis, yaitu
dari Italia Selatan, dipimin oleh Bohemond dan Trancrede.
Mendengar pasukan Salib yang
datang bergelombang dari Eropa Tengah menuju Byzantium, Kaisar Alexius merasa
khawatir kalau-kalau pasukan itu akan menyerbu Byzantium sebelum berperang
dengan kaum Muslim. Oleh karena itu, ia melakukan perundingan dengan
pimpinan-pimpinan pasukan salib. Diambillah kesepakatan bahwa tentara salib
harus menyerahkan daerah-daerah yang berhasil direbuutnya dari tangan kaum
Muslim. Sebagai imbalannya, tentara salib akan dibantu diseberangkan ke Asia
Kecil (menyeberangi Selat Bosphorus). Perjanjian ini sangat berat sebelah.
Pasukan Salib yang keanyaka dipimpin oleh kaum Bangsawan Eropa merasa
dirugikan. Namun dalam catatan sejarah, perjanjian ini hanya bernilai di atas
kertas saja. Sebab, setelah beberapa daerah berhasil direbut, isi perjanjian
tidak lagi digubris. Sebab, perjanjian tersebut hanya ditaati ketika tentara
salib berhasil mengasai Nicee dan ar-Raha (Turki), dengan meninggalkan
kebrutalan (tahun 1097 M).
Setelah menaklukan kota Nicee dan
ar-Raha, tentara salib terus melaju ke kawasan Antiokia. Sebelum mereka
menaklukkan daerah ini, setiap langkah mereka harus melalui mayat-mayat syuhada
kaum Muslim, dengan terlebih dahulu mengepung benteng-benteng Antiokia selama
berbulan-bulan. Barulah setelah terjadi pengkhianatan oleh penjaga benteng yang
berhasil di suap oleh pimpinan tentara salib (Bohemond), Antiokia jatuh ke
tangan Byzantium. Alexius tidak lagi ditaati ketika tentara salib berhasil
meguasai Antiokia dan kota-kota lainnya. Bagaimana kekejaman yang dilakukan
tentara salib? Seorang orientalis, Gustave le Bone, menceritakan hal itu dalam
bukunya ‘Hadlaratul Arab’ sebagai berikut :
“Ketika tentara Salib berhasil mengalahkan tentara Turki Muslim, mereka
memenggal semua kepala tentara Turki yang terluka dalam medan tempur. Kemudian
bangkainya diikat pada pelana kudanya, selanjutnya diseret ke tempat pembuagan
bangkai di seputar kota (Antiokia) itu”.
Tentara Salib terus melaju kea rah
Yerusalem. Bulan Mei tahun 1099 M, mereka memasuki kota suci itu. Ketika itu
Yerusalem berada di bawah pengawasan kekuasaan Fathimiyah d Mesir. Tentara
salib muncul secara tiba-tiba sehingga mengejutkan kaum Muslim yang ada di
sana. Tentara Salib yang berada di bawah pimpinan Godfrey langsung mengepung
kota Suci itu dan berhasil mengisolasi kaum Muslim dengan dunia luar. Dengan
demikian, kaum Muslim kewalahan karena tidak memperoleh bantuan dari manapun.
Tidak lama kemudian, akhirnya kota inipun jatuh ke tangan tentara Salib.
Sebelum kota ini diserahkan, kaum muslim meminta syarat agar mereka tidak
diganggu, dan keamanannya dijamin. Walaupun syarat itu disanggupi, namun dalam
kenyataannya pasukan Salib melanggarnya melalui pengkhianatan yang sangat
brutal dan kejam.
Begitu memasuki kota Suci ini (7
Juni 1099 M/493 H), mereka masuk dengan segala kecongkakan dan keganasannya.
Mereka merusak semua bangunan Islam, merampas harta benda kaum muslim hanya
melampiaskan dendam secara biadab. Kelakuan ini sangat bertolak belakang dengan
tindakan Khalifah Umar ibnu al-Khattab, ketika beliau memasuki Baitul Maqdis.
Beliau masuk dan menghormati kaum Nasrani yang telah kalah. Namun tentara Salib
justru membalas penghormatan tersebut dengan kedurjanaan. Dalam setiap
penyerbuannya pasukan salib selalu bersikap ganas. Mereka tidak membedakan
antara pasukan lawan dengan penduduk sipil. Bagi mereka sama saja antara
tentara dengan kaum perempuan, orang tua maupun anak-anak. Seluruh lapisan
masyarakat mereka bantai, tanpa kecuali. Itulah tindakan penyembelihan da
pembantaian terbesar yang kebiadabannya tiada tara dalam sejarah. Kita dapat
membayangkan bahwa di seluruh Kota Suci itu, banyak kepala, tangan, dan kaki
manusia yang berserakan, serta anggota tubuh yang bergelimpangan di sepanjang
jalan. Penjagalan itu berlanggsung sampai satu pecan. Dalam catatan sejarah
disebutkan bahwa jumlah kaum muslim yang dibunuh lebih dari 70.000 orang. Pada saat yang sama,
pasukan salib memperindah rumah-rumah suci mereka, sekaligus meruntuhkan
bangunan-bangunan Islam. Setelah berhasil menaklukkan Palestina (Baitul
Maqdis), Godfrey mengirimkan kabar kemenangannya. Ia menyampaikan bahwa
kuda-kudanya harus mengarungi lautan darah orang-orang Timur (kaum Muslim) yang
tingginya sampai ke lutut, di hadapan Haikal Sulaiman.
Keganasan tentara Salib tidak
hanya di Palestina saja. Tahun 513 H, mereka menyerbu daerah al-Farma, Aleppo,
dan Thabariyah. Di ke tiga kota ini mereka melakukan pengrusakan, pembakaran
sekolah-sekolah dan mejid-mesjid, perampokan, menyembelih penduduknya, dan
berbagai tindakan kejam lainnya. Hanya daerah-daerah pedalaman saja yang urung
mereka serbu, seperti kawasan Halab dan Damaskus. Sebab daerah ini dijaga
dengan gagah berani oleh Imaluddin Zanki, Gubernur dari Mosul.
Selama periode Perang Salib I,
tentara salib berhasil mengukuhkan empat kerajaan kecil : Ar-Raha (Odessa) yang
dikuasakan kepada Kaisar Bouddouin, Antiokia dikuasakan kepada Kaisar Bohemond,
Tripoli-Syam (Libanon) diserahkan kepada Duke Raymond, dan Kerajaan Baitul
Maqdis dikuasakan kepada Godfrey. Kelak semua kejadian yang pahit dan memilukan
itu menyebabkan kaum Muslim bersatu di bawah pimpinan keluarga Zanki. Masa sangat masyhur dengan pahlawan-pahlawan Islam
seperti Imaduddin dan Nuruddin Zanki, Asaduddin dan Shalahuddin al-Ayubi.
[Bersambung]
*Sumber: al-Wa’ie no. 05 Tahun I, 1-31
Januari 2001.
0 komentar:
Posting Komentar