Kamis, 06 Juni 2013

TELADAN: NASIHAT SEORANG WANITA KEPADA AMIRUL MUKMININ


Nasihat Seorang Wanita kepada Amirul Mukminin

Sikap para Khalifah (kepala Negara kaum Muslim) di masa lampau sangat halus dan bijaksana. Mereka bahkan sering tidak berani melawan kata-kata salah seorang rakyatnya, asalkan kata-kata itu mengandung kebenaran. Mereka amat menyadari posisinya, yaitu selaku pelaksana system hukum Islam di tengah-tengah masyarakat, disamping sebagai pelayan bagi seluruh rakyatnya. Itulah paling tidak, yang ditunjukkan oleh Umar bin Khaththab ra.

Sewaktu Khalifah Umar bin Khaththab keluar dari masjid bersama-sama dengan seorang hamba yang bernama Jarud, ditengah jalan mereka bertemu dengan seorang wanita tua. Wanita itu menyapa Amirul Mukminin Umar bin Khaththab, “Umar, tunggu sebentar. Aku ingin berbicara denganmu.”
Umar berhenti, dan wanita tua itupun mendekat, seraya berkata, “Aku masih ingat, dahulu engkau dipanggil dengan nama Umair. Aku sering melihatmu di pasar Ukadz, bermain dan bergulat bersama anak-anak sebayamu. Sekarang, engkau berganti nama menjadi Umar. Bahkan, lebih dari itu, engkau kini sudah digelari Amirul Mukinin. Sungguh indah sebutan nama itu, tetapi apakah engkau tahu makna di balik gelar tersebut? Ketahuilah, wahai Umar, orang yang takut mati tentu akan menyia-nyiakan usia untuk beramal kebaikan.”
Umar menundukkan kepalanya, mendengarkan nasihat dari wanita tua itu, tak ubahnya seperti seorang anak kecil yang dengan hormat menyimak di depan ibunya. Namun, sebelum mereka berpisah, Jarud sempat memarahi wanita itu dengan mengatakan, “Anda sungguh tidak sopan berbicara dengan orang yang dihormati oleh kawan dan lawan. Apakah Anda tidak tahu bahwa beliau adalah Amirul Mukminin?”

Namun, Umar malah menegur Jarud, “Janganlah engkau berkata kasar terhadap wanita itu. Tahukah engkau, siapakah dia? Dia adalah Khaulah binti Hakim. Seorang wanita yang pengaduannya telah didengar oleh Allah swt, sebagaimana firman-Nya :

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepadamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS. Al-Mujadalah (58) : 1].

Kalau Allah sudah berkenan menerima pengaduannya, sudah tentu Umar lebih patut mendengar dan menerima pengaduannya.”
Jika demikian, adakah saat ini di antara para penguasa Muslim yang mau mendengarkan nasihat dan kritikan tajam dari rakyat-rakyatnya, termasuk dari kaum Wanita? []

“Teladan, al-Wa’ie No. 05 Tahun I, 1-31 Januari 2001

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed using TrixTG