Kamis, 06 Juni 2013

TELADAN: TAKUTNYA AMIRUL MUKMININ MENGGUNAKAN HARTA RAKYAT


Takutnya Amirul Mukminin Menggunakan Harta Rakyat

Khalifah Al-Mahdi abu Ja’far al-Manshur memerintah antara 159-169 H (775-785 M). beliau memiliki kebiasaan selalu bertemu dan bermusyawarah bersama-sama dengan para ulama, membahas berbagai perkara yang dihadapi oleh kaum muslimin dan Daulah Islamiyah, maupun menjadi arena saling nasihat menasehati. Masa pemerintahan beliau sezaman dengan hidupnya seorang ulama besar, yaitu Imam Sufyan ats-Tsauri.

Pada suatu saat, Khalifah al-Mahdi usai menunaikan ibadah Haji, kembali ke ibu kota Baghdad. Beliau memerintahkan bawahannya untuk menghadirkan Imam Sufyan ats-Tsauri di hadapannya. Setelah Imam Sufyan dating dan berdiri di hadapannya, al-Mahdi segera berkata:
“Mengapa sejak aku kembali dari menunaikan ibadah Haji, engkau tidak pernah dating ke hadapanku? Padahal, banyak masalah yang ingin aku sampaikan, sekaligus ingin aku pintakan pendapatmu. Selama ini, apa yang engkau serukan, selalu kami jalankan. Dan apa yang engkau larang, selalu kami jauhi.”
Setelah al-Mahdi mengutarakan maksudnya, Imam Sufyan pun menjawabnya:
“Berapa banyak uang Negara yang engkau habiskan dalam menunaikan ibadah haji itu?”
Al-Mahdi menjawab:
“Aku tidak tahu, akan tetapi engkau bisa melihat rinciannya kepada bendaharaku.”
Imam Sufyan lalu bertanya:
“Apa jawabanmu di hari kiamat nanti, apabila engkau ditanya oleh Allah tentang perkara itu? Ingatlah tatkala Khalifah Umar bin Khaththab ra pulang dari menunaikan ibadah Haji, lalu beliau bertanya kepada pembantunya. ‘Berapa banyak uang yang telah kita gunakan untuk menunaikan ibadah Haji ini?’. Pembantunya menjawab, ‘Delapan belas dinar, ya Amirul Mukminin’. Umar terperanjat dan berkata, ‘Celaka, kita sudah memperkosa harta Baitul Mal.”
Dalam sebuah Hadits, Rasulullah saw bersabda:
‘Siapa yang menggunakan harta Allah dan Rasul-Nya, sekehendak hawa nafsunya, maka baginya api Neraka pada hari kemudian.’ (HR. Manshur bin Ammar, dari Ibrahim, dari Aswad, dari al-Qamah, dari Ibnu Mas’ud)
Salah seorang sekretaris al-Mahdi, yaitu Abu ‘Ubaid menegur Imam Sufyan ats-Tsauri:
“Tidak pantas engkau mengatakan hal ini di hadapan al-Mahdi, Amirul Mukminin.”
Seketika, Imam Sufyan berbalik menghardik Abu ‘Ubaid:
“Diam! Sesungguhnya Fir’aun binasa karena Haman, dan Haman itu sendiri adalah Fir’aun.”
Itulah fragmen, dialog antara seorang ulama besar, dengan seorang Khalifah, yang memiliki kekuasaan terluas di dunia, pada zamannya. Mereka berdialog berdasarkan argumentasi (hujjah) yang merujuk kepada aqidah dan system hukum Islam. Para ulamanya berani menyampaikan yang haq itu memang haq, dan yang bathil itu adalah bathil, walaupun hal itu disampaikan di hadapan penguasa, bahkan Amirul Mukminin.
Masih adakah gerangan para ulama seperti itu? Kemanakah gerangan penguasa-penguasa yang adil? []

*Teladan, al-Wa’ie No. 04 Tahun I, 1-31 Desember 2000

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed using TrixTG